Soloraya
Selasa, 9 Agustus 2016 - 20:40 WIB

KORUPSI WONOGIRI : Terpidana Korupsi BKK Eromoko Meninggal, Hukuman Pokok dan Tambahan Gugur

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Korupsi Wonogiri, seorang terpidana kasus korupsi BKK Eromoko meninggal dunia.

Solopos.com, WONOGIRI–Hukuman pokok dan tambahan yang ditimpakan kepada terpidana kasus korupsi penyimpangan pemberian kredit Perusahaan Daerah Badan Kredit Kecamatan (PD BKK) Eromoko Cabang Bulukerto, Wonogiri 2012, Suratno, 53, gugur demi hukum terhitung Senin (8/8/2016). Sebab, dia meninggal dunia.

Advertisement

Informasi yang dihimpun Solopos.com, Selasa (9/8/2016) siang, Suratno meninggal dunia saat menjalani perawatan atas sakit komplikasi yang dideritanya di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso, Senin pukul 14.30 WIB. Jenazahnya dimakamkan di Sasanalaya Sendang Kates, Donoharjo, Wuryorejo, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri, Selasa pukul 11.00 WIB.

Suratno merupakan satu di antara empat orang yang menghadapi masalah hukum dalam kasus korupsi PD BKK Eromoko. Kerugian yang timbul akibat perbuatan mereka mencapai Rp735 juta. Suratno divonis majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Juni lalu. Vonis sudah inkracht atau berkekuatan hukum tetap.

Kasipidsus Kejaksaan Negeri (Kejari) Wonogiri, Hafidz Muhyiddin, saat dihubungi Solopos.com, menyampaikan Suratno divonis dengan pidana satu tahun dua bulan penjara dan diharuskan membayar denda senilai Rp50 juta. Jika tak dapat membayar denda dia harus menjalani hukuman penjara selama dua bulan. Sesuai amar putusan, pengganti kerugian negara berupa sertifikat yang menjadi sumber permasalahan hukum diserahkan kepada PD BKK Eromoko untuk dilelang. Hasil lelang untuk mengganti kerugian negara.

Advertisement

Sejak divonis kejari belum mengeksekusi Suratno. Sebab, lelaki yang saat bekerja di PD BKK Eromoko Cabang Bulukerto menjabat sebagai Direktur Pemasaran itu sakit keras sejak awal menghadapi kasus hukum. Dia harus menjalani hemodialisis atau cuci darah dua kali sepekan.

“Hingga akhirnya meninggal dunia, Bapak Suratno belum dieksekusi karena kami mempertimbangkan fakfor kemanusiaan. Setelah yang bersangkutan meninggal dunia berarti hukuman pokok dan tambahan yang ditimpakan kepadanya gugur,” terang Hafidz.

Suratno bersama Dirut PD BKK Eromoko, Sunaryo Ajad Prayoga, dan dua orang lainnya dijerat Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 3 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor. Mereka ditetapkan menjadi tersangka di waktu berbeda pada 2015. Para tersangka dinilai terbukti melakukan penyimpangan dalam pemberian kredit senilai Rp750 juta. Salah satu tersangka, Sutrisno, meninggal dunia akhir Maret 2015.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif