Jogja
Selasa, 9 Agustus 2016 - 06:20 WIB

KEMISKINAN JOGJA : Garis Kemiskinan Naik 5,42%, Ada Apa?

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Dok)

Kemiskinan Jogja meningkat.

Harianjogja.com, JOGJA-Badan Pusat Statistik (BPS) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mencatat adanya kenaikan garis kemiskinan pada Maret 2016 terhadap periode sebelumnya. Kenaikannya mencapai 5,42%. Kondisi ini terjadi baik di pedesaan maupun di perkotaan.

Advertisement

Kepala BPS DIY, Bambang Kristiyanto memaparkan, garis kemiskinan pada Maret 2015 sebesar Rp335.886 perkapita per bulan sementara Maret tahun ini naik menjadi Rp354.084 perkapita per bulan.

“Andil besarnya [untuk garis kemiskinan] dari sektor pangan. Andil garis kemiskinan makanan terhadap garis kemiskinan sampai 71,25 persen,” jelas Bambang, belum lama ini.

Andil makanan periode Maret 2016 ini menurutnya cukup besar. Andilnya jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditas bukan makanan seperti perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Di perkotaan, dari lima komoditas penyumbang kenaikan garis kemiskinan, beras mengambil porsi paling besar yaitu mencapai 26,57%.  Selanjutnya diikuti rokok kretek filter sebesar 10.79%, telur ayam ras 5,63%, daging ayam ras 5,37%, dan mie instan 3,88%.

Advertisement

Meski angka garis kemiskinan naik, jumlah penduduk miskin di DIY cenderung turun. Jumlah penduduk miskin yaitu penduduk yang konsumsinya berada di bawah garis kemiskinan. Pada Maret 2016, jumlah penduduk miskin ada 494,94 ribu orang. Bila dibandingkan setahun sebelumnya, jumlah penduduk miskin mencapai 550,23 orang atau turun sebesar 55,29 ribu jiwa.

Bambang berpendapat, faktor sosial masih menjadi pemicu kemiskinan khususnya di pedesaan. Ada warga miskin yang masih ingin tetap tinggal di desa hanya karena menjaga perasaan tetangga di sekitarnya. Karena faktor sosial ini, mereka lebih memilih untuk tidak berpindah ke tempat lain yang secara ekonomi dapat meningkatkan taraf hidupnya.

Ditemui terpisah, Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) DIY, Fauzi Nugroho mengatakan kondisi masyarakat DIY terbilang unik dibandingkan provinsi lain. Sebagai kota pendidikan, DIY masih terjadi ketimpangan yang besar antara wilayahnya. “Ada beberapa wilayah yang masuk kategori sangat tertinggal. Kesenjangan antarwilayah ini hanya sedikit di atas Papua,” tutur Fauzi.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif