Jogja
Minggu, 7 Agustus 2016 - 18:30 WIB

FENOMENA JOGJA : Aksara Jawa Jalan Berlubang, Ada Apa?

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sebuah tulisan aksara jawa Ha Na dibuat menggunakan cat seprot tidak jauh dari titik-titik jalan yang berlubang di sepanjang jalan Suryodiningratan, Yogyakarta, seperti terlihat pada Rabu (27/07/2016). Karya ini adalah bentuk kegelisahan Kuat, seorang seniman lukis untuk menandai fasilitas negara (jalan raya) yg rusak, dan menjadi bentuk peringatan kepada pengendara untuk lebih berhati-hati saat melewati jalan berlubang serta memiliki harapan agar pemerintah segera memperbaiki kerusakan tersebut. Karya ini juga bisa ditemukan di sejumlah ruas jalan lain di Yogyakarta seperti di jalan Kusmumanegara hingga Ngabean, Tugu ke utara hingga Monjali, Jalan C. Simanjuntak, Jalan Mayor Suryotomo dan Jalan Prawirotaman hingga Jalan Suryodiningratan. (JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto)

Fenomena Jogja ditemukan berupa aksara Jawa di jalan berlubang

Harianjogja.com, JOGJA- Ada yang tahu apa maksud tujuan dan siapakah penulis aksara Jawa yang ada di setiap lubang jalan sepanjang Kota Jogja?

Advertisement

Hanya terdiri dari rangkain dua aksara Jawa “ha” dan “na” yang artina “ada”. Jika kita turut dari Jl. Mataram, Jl Malioboro, Jl. Kusumanega, dan jalan-jalan besar lainya yang ada di Kota Jogja, kita akan menemukan rangkain aksara Jawa itu di setiap lubang-lubang jalan.

Pada lubang jalan ditandai dengan cat semprot warna putih, lalu pada sisi sebelahnya diberikan rangkaian aksara Jawa. Terlihat sekilas seperti tanda biasa pada umunya.

Advertisement

Pada lubang jalan ditandai dengan cat semprot warna putih, lalu pada sisi sebelahnya diberikan rangkaian aksara Jawa. Terlihat sekilas seperti tanda biasa pada umunya.

Tak disangka itu merupakan karya seni dari seorang seniman Jogja bernama Kuat. Berawal dari keresahanya ketika meliat seorang Bapak yang menjemput anaknya selepas sekolah terjatuh akibat lubang di jalan yang tertutup air hujan. Ia ingin supaya kejadian seperti itu tak terualang lagi ia memberi tanda pada setiap lubang jalan.

Tanda bisa berbentuk apa saja, namun Kuat memilki pemikiran lain. Ia ingin sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat untuk lebih mengenal aksara Jawa. Ia ingin menjadikan aksara Jawa dipakai di tempat-tempat umum, setiap tulisan-tulisan harus mengunakan aksara Jawa. “Minimal seperti tulisan apotek yang ada di jalan itu nanti ditulis dengan aksara Jawa dan huruf latin,” kata Kuat saat ditemui Harianjogja.com, Jumat (5/8/2016).

Advertisement

Lalu, dari obrolan dengan teman-teman seniman yang lain, akhirnya ia mendapatkan dukungan dari salah seorang seniman lain yang membantu menyediakan cat semprot untuk mewujudkan misi itu.

Kuat menghabiskan 20 botol cat semprot untuk membuat karya seni jalanan menandai lubang-lubang jalan selama empat hari. Pada hari pertama ia melakukanya sendiri, tiga hari berikutnya ia dibantu teman-teman yang lain, hingga ada seorang yang bertugas untuk mendokumentasikan. Selama empat hari ia mengerjakanya mulai dari pukul 00.00 WIB hingga pukul 03.00, kuat mengatakan waktu tersebut merupakan waktu yang paling efektif karena jalanan lengang.

Selain sebagai pertanda terdapat lubang jalan, karya jalanan yang ia buat juga sekaligus sebagai kritik terhadap pemerintah supaya memperhatikan kerusakan-kerusakan jalan yang selama ini ada. Bukan kali ini saja kuat membuat karya bertemakan kritik terhadap Pemerintah Jogja. “Karya saya kebanyakan memang bertemakan kritik sosial,” kata Kuat sambil memperlihatkan sebuah lukisan.

Advertisement

Kuat menjelaskan maksud salah satu karya lukisanya. Ia melukis sebuah pot berisikan hotel dan apartemen yang disiram air oleh seorang dengan pakain rapi mengunakan dasi. Tanaman-tanaman lainya nampak lambat tumbuh karena tidak disiram. Ia ingin mengatakan dalam lukisannya bahwa pertumbuhan hotel dan apartemen yang ada di Jogja mengancam orang di sekitarnya.

Kuat yang tidak sempat menamatkan kuliahnya di Jurusan Seni Murni Istitus Seni Indonesia ini berharap dapat melihat Jogja seperti dulu lagi, khusunya kehidupan seni dan budaya yang maju seperti saat Malioboro menjadi jantung berkumpulnya para seniman dan budayawan.

“Kini para seniman sudah jarang lagi kumpul berlama-lama di Malioboro karena arah pembangunanya yang tidak jelas dan sering dibongkar-bongkar,” kata pria dua anak ini.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif