Jogja
Sabtu, 6 Agustus 2016 - 19:20 WIB

PERTUMBUHAN EKONOMI DIY : Perbankan DIY Melambat

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi uang tunai rupiah. (Nurul Hidayat/JIBI/Bisnis)

Pertumbuhan ekonomi DIY di sektor perbankan melambat

Harianjogja.com, JOGJA-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pertumbuhan perbankan di DIY dalam tiga tahun terakhir melambat, baik dari sisi aset, dana pihak ketiga (DPK), maupun kredit. Disinyalir kondisi ini terjadi seiring melambatnya ekonomi global.

Advertisement

Kepala OJK DIY, Fauzi Nugroho menyampaikan, melambatnya pertumbuhan perbankan ini tidak hanya dialami DIY tetapi juga nasional. “Kami melihat sejak 2013 [sampai 2016] grafisnya turun,” kata dia di kantor OJK DIY, Jumat (5/8/2016).

Jika melihat data dari 2013 sampai Mei 2016 , pertumbuhan kinerja perbankan semakin turun. Penurunan paling terasa terjadi pada 2016. Seperti dari sisi aset, pada 2013 pertumbuhannya bisa mencapai 16%, 2014 turun menjadi 14%, 2015 turun lagi menjadi 10,6%, dan sampai Mei 2016 ini anjlok menjadi 2,5%. Hal yang tak jauh berbeda juga dialami komponen DPK dan kredit.

Kondisi ini membuat perbankan tidak banyak memasang target tinggi untuk pertumbuhan hingga akhir tahun nanti, mengingat kondisi ekonomi DIY, nasional, maupun global belum pulih sepenuhnya.

Advertisement

Fauzi melihat perbankan cukup hati-hati dalam mengambil langkah, salah satunya dalam penyaluran kredit. Penyaluran kredit perlu menjadi titik perhatian agar tidak meningkatkan angka kredit macet.

Sementara untuk angka Loan Deposit Ratio (LDR) terpantau stagnan. “Selama tiga tahun ini, Loan Deposit Ratio stagnan di kisaran 60 persen,” ungkapnya.

Lemahnya pertumbuhan perbankan ini memungkinkan banyak uang tertahan di bank. Namun, khusus DIY, Fauzi mengapresiasi kerja Bank Pembangunan Daerah BPD DIY sehingga DIY tidak masuk dalam 10 daerah yang menahan keuangan daerah di bank. Pihaknya tetap berharap agar perputaran keuangan ini terus terjadi di DIY.

Advertisement

Sementara itu, kalangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) menilai kondisi perbankan saat ini semakin berat. Selain karena ekonomi, kebijakan pemerintah yang menurunkan suku bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) menjadi single digit juga disebutnya menjadi penyebab merosotnya pertumbuhan perbankan, dalam hal ini BPR.

Suku bunga KUR dari 12% menjadi 9% cukup membuat kalangan BPR was-was menghadapi persaingan di dunia perbankan.

Direktur Bank Pasar Kulonprogo, Joko Purnomo mengatakan, keberadaan KUR single digit ini telah mempengaruhi pertumbuhan BPR. “Sebelum ada KUR, pertumbuhan kredit bisa mencapai 20% tetapi saat ini hanya 8-9%,” pungkasnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif