News
Kamis, 4 Agustus 2016 - 09:25 WIB

PILKADA JAKARTA : Tolak Cuti Saat Kampanye, Langkah Ahok Didukung Djarot

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjawab pertanyaan wartawan seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (12/4/2016). Gubernur DKI yang akrab disapa Ahok tersebut memenuhi panggilan KPK untuk dimintai keterangan terkait penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan RS Sumber Waras.(JIBI/Solopos/Antara/Hafidz Mubarak A/dok)

Pilkada Jakarta diwarnai penolakan Ahok untuk mengajukan cuti saat kampanye. Langkahnya mengajukan judicial review didukung sejumlah pihak.

Solopos.com, JAKARTA — Kandidat Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengajukan judicial review atas ketentuan wajib cuti bagi calon gubernur petahana. Langkah Ahok dinilai tepat oleh Wakil Gubernur DKI Djarot Saiful Hidajat yang juga berpeluang menjadi rivalnya di Pilkada Jakarta.

Advertisement

Aturan wajib cuti bagi cagub petahana tertuang dalam Undang-Undang (UU) No. 10/2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Pasal 70 berbunyi “Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Wali Kota, yang mencalonkan kembali pada daerah yang sama, selama masa kampanye harus memenuhi ketentuan: a) menjalani cuti di luar tanggungan negara; dan b) dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya”.

Meski setuju, Djarot mengaku tidak akan ikut melayangkan surat pengajuan kepada MK. “Satu saja cukup. Konsentrasi kita kan pelayanan masyarakat. Kampanye kan enggak harus di tempat umum, sudah ketinggalan zaman,” katanya di Balai Kota DKI, Rabu (3/8/2016).

Advertisement

Meski setuju, Djarot mengaku tidak akan ikut melayangkan surat pengajuan kepada MK. “Satu saja cukup. Konsentrasi kita kan pelayanan masyarakat. Kampanye kan enggak harus di tempat umum, sudah ketinggalan zaman,” katanya di Balai Kota DKI, Rabu (3/8/2016).

Mantan Wali Kota Blitar itu menuturkan jika tidak harus cuti, Kemendagri tidak perlu bersusah payah menunjukkan pejabat pengganti. “Lah iya kan? Kalau dua-duanya maju bagaimana? Kalau Sekda juga maju?,” ucapnya.

Menurutnya, hal yang berbeda jika masa jabatan dia dan Ahok sudah habis. “Kalau sudah selesai masa jabatan, saya enggak mempermasalahkan untuk ikut mengawasi penyusunan anggaran,” katanya.

Advertisement

Namun, kala itu UU No. 10/2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) belum diberlakukan. “Kita akan ikuti sesuai aturan. ini kan kita tunggu keputusan MK dulu,” tambahnya.

Hal yang sama juga diungkapkan pakar hukum tata negara Refly Harun. “Aturan itu kan cuti selama masa kampanye. Bukan cuti ketika kampanye,” ungkap Pengamat Hukum Tata Negara Refly Harun, Rabu (3/8/2016).

Menurut Refly, frasa pada “selama masa kampanye” dapat memberatkan petahana sebab itu berarti petahana harus cuti cukup lama. Proses selama masa kampanye cukup lama, berbeda dengan saat melakukan kampanye atau kegiatan di lapangan.

Advertisement

“Kalau aturan dulu cuti hanya ketika kampanye saja, kalau ini kan selama masa kampanye. Padahal masa kampaye itu kan selama beberapa bulan. Dari pendaftaran sebagai calon sampai pencoblosan. Kalau itu yang terjadi memang lama,” ujarnya.

Padahal makna cuti itu sendiri menurut Refly dimaksudkan agar petahana tidak menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya saat berkampanye. Saat tidak melakukan kampanye, petahana masih bisa bekerja memimpin daerahnya masing-masing karena secara resmi masih menjadi kepada daerah.

“Itu kan maksudnya agar petahana tidak menggunakan fasilitas, maka yang dilarang saat dia terjun kampanye. Kan tidak setiap saat dia berkampanye selama masa kampanye, dia kan masih bisa bekerja,” kata Refly.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif