Jogja
Rabu, 3 Agustus 2016 - 18:20 WIB

MUBENG BERINGHARJO : Penjual Pakaian Adat Laris Manis

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pemilik usaha aksesoris pernikahan Manten Ema di Pasar Beringharjo menunjukkan salah satu sunting (mahkota) Padang, Sumatera Barat yang ia jual di tokonya, Selasa (2/8/2016). (Bernadheta DIan Saraswati/JIBI/Harian Jogja)

Mubeng Beringharjo kali ini berhenti pada penjual pakaian adat

Harianjogja.com, JOGJA-Munculnya peraturan terkait penggunaan pakaian adat di lingkungan sekolah maupun instansi pendidikan, menjadi angin segar bagi pedagang aksesoris di Pasar Beringharjo.

Advertisement

Berbeda dari sebelumnya yang hanya laku saat musim pernikahan tiba, saat ini penjualan mereka terus mengalir setiap bulan berkat kebijakan itu.

Pemilik usaha aksesoris Manten Ema, Bambang Priyanta, 36, mengatakan dulu aksesoris pernikahan dan pakaian adat hanya laku saat musim pernikahan atau saat menjelang perayaan Hari Kemerdekaan 17 Agustus.

“Bisnis kami ini sekarang erat kaitannya dengan kebijakan pemerintah. Wajib pakai baju adat, kita yang kelarisan,” kata Bambang di tokonya, Selasa (2/8/2016).

Advertisement

Karakter konsumen saat ini menurutnya juga tidak sekaku jaman dulu yang mana pernikahan harus dilakukan di luar bulan Sura (arwah). “Sekarang Sura pun ada yang nikah jadi kami aman [laku],” lanjutnya.

Di tokonya, Bambang menjual berbagai aksesoris pernikahan, mulai dari mentul Jawa, mahkota gaya Sunda dan Padang, bros, baju pengantin, kebaya, dan masih banyak lagi. Khusus aksesoris, ia memproduksi sendiri di daerah Kotagede dengan mengerahkan puluhan perajin.

Aksesoris yang terbuat dari tembaga dan kuningan ini di-chrome dengan perak. Dalam proses produksinya, ia selalu mengutamakan pakem yang berlaku di masyarakat.

Advertisement

“Misalnya untuk mentul jumlahnya harus lima untuk Jogja dan sembilan untuk Solo. Pakem-pakem seperti ini yang masih kita perhatikan,” ujarnya.

Usaha ini diwariskan secara turun-menurun dari neneknya. Hingga 55 tahun berjalan, bisnis penjualan aksesoris pernikahan ini sudah banyak dikenal pelanggan hingga luar negeri. Konsumen terbanyak luar negeri datang dari Hongkong, Singapura, dan Dubai.

Harga yang ditawarkan bervariasi. Siger (mahkota) Sunda mulai Rp800-Rp3 juta, sunting Padang mulai Rp500.000, kelat bahu Rp250.000 per set, bros di kisaran Rp150.000-Rp300.000, dan baju pernikahan mulai Rp750.000.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif