Soloraya
Rabu, 3 Agustus 2016 - 22:15 WIB

E-RETRIBUSI : Bakul Pasar Ngudi Rejeki Gilingan Minta Penarikan Retribusi Tetap Harian

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Dua kios di bagian belakang Pasar Ngudi Rejeki Gilingan, Solo tutup, Sabtu (30/5/2015). Selain dua kios itu masih ditemukan sejumlah kios yang tutup pada siang hari. (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

E-retribusi, pedagang pasar Ngudi Rejeki Gilingan meminta kepastian pembayaran retribusi.

Solopos.com, SOLO–Kalangan pedagang dan pengelola Pasar Ngudi Rejeki Gilingan meminta kepastian sistem pembayaran e-retribusi atau pembayaran retribusi dengan transaksi nontunai menggunakan uang elektonik (e-money).

Advertisement

Kalangan pedagang di sana meminta penarikan retribusi tetap dilakukan petugas pengelola pasar setiap hari agar tidak memberatkan pedagang. Sementara pengelola pasar setempat menilai penarikan e-retribusi secara berkala setiap bulan agar lebih praktis.

Lurah Pasar Ngudi Rejeki Gilingan, Dwi Adi Prihutomo, mengatakan sistem penarikan retribusi secara berkala setiap bulan dirasa paling praktis dan efisien bagi pengelola. “Paling enak penarikan dilakukan bulanan. Sesuai peraturan, tarif retribusi Rp500/m2/hari. Di sini luasnya 6m2. Petugas kalau menggesek Rp3.000 kurang praktis,” ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (3/8/2016).

Advertisement

Lurah Pasar Ngudi Rejeki Gilingan, Dwi Adi Prihutomo, mengatakan sistem penarikan retribusi secara berkala setiap bulan dirasa paling praktis dan efisien bagi pengelola. “Paling enak penarikan dilakukan bulanan. Sesuai peraturan, tarif retribusi Rp500/m2/hari. Di sini luasnya 6m2. Petugas kalau menggesek Rp3.000 kurang praktis,” ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (3/8/2016).

Lebih lanjut Didik, sapaan akrabnya, menjelaskan pedagang kios yang memiliki surat penempatan nantinya juga akan ditarik retribusi meskipun lapaknya tutup. “Kalau penarikan dengan karcis, ketika kios tutup tidak perlu ditarik retribusi. Tapi dengan e-retribusi ini semuanya tetap ditarik baik yang buka maupun yang tutup,” jelasnya.

Didik menyebutkan saat ini ada sekitar 20-an kios dari 241 yang tidak aktif digunakan berjualan. Dikatakannya, sejumlah pedagang memanfaatkan kios tersebut untuk gudang sementara yang lain tutup tanpa alasan. “Sesuai aturan nanti kalau selama dua bulan tidak digunakan, kami akan berikan surat peringatan satu dan dua sampai terakhir sanksi pencabutan SHP,” kata dia.

Advertisement

“Target kami retribusi tahun ini Rp255.744.000. Dengan adanya sistem yang baru ini, saya optimistis realisasi pendapatan bisa 100%,” terangnya.

Ketua Paguyuban Pasar Ngudi Rejeki Gilingan, Heru Takaribowo, mengatakan sebanyak 20 pedagang pasar setempat menghadiri sosialisasi e-retribusi yang diselenggarakan Dinas Pengelolaan Pasar di Balai Kota, Selasa (2/8/2016). Dia bersama pedagang hingga saat ini belum mendapatkan kepastian sistem pembayaran e-retribusi dengan cara penagihan harian atau penagihan secara berkala.

“Sampai sekarang kami belum tahu pastinya. Mau harian atau mingguan atau bulanan. Kami maunya tetap harian dengan cara petugas mendatangi kios,” ujarnya.

Advertisement

Heru menyebutkan pembayaran retribusi dengan sistem berkala dirasa memberatkan pedagang. Dia tidak mempermasalahkan peraturan yang menyebut pembayaran e-retribusi mengharuskan pedagang membayar kios atau los yang ditempati meskipun lapaknya sedang tutup.

“Kalau di aturan sudah ada seperti itu. Buka atau tidak ya tetap harus membayar retribusi,” kata dia.

Sementara salah seorang pedagang sepatu di pasar setempat, Aan, mendukung perubahan cara pembayaran retribusi dari tunai menjadi nontunai asalkan tidak memberatkan pedagang.
“Kalau cuma cara pembayarannya saja ya kami manut. Asalkan tidak merepotkan pedagang. Kalau perlu, banknya buka cabang di sini. Karena kami susah kalau harus meninggalkan toko untuk menyetor uang bayaran retribusi ke bank,” bebernya.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif