Hukuman mati menjadi kontroversi. Eksekusi mati gelombang ketiga juga diiringi tudingan adanya dobel anggaran yang dibantah Kejakgung.
Solopos.com, JAKARTA — Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Noor Rachmad membantah ada dobel anggaran pada pelaksanaan eksekusi mati gelombang ketiga. Dia mempertanyakan data Yayasan Lembaga Hukum Indonesia (YLBHI) yang merilis adanya permintaan anggaran eksekusi mati dari kedua lembaga penegak hukum, yakni Polri dan Kejaksaan Agung (Kejakgung).
“Itu kata siapa? Ngarang dari mana? Enggak benar kalau ada double anggaran. Dari mana itu sumbernya?” kata Noor di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (2/8/2016).
Noor menjelaskan, Kejakgung masih menyimpan sisa anggaran untuk dialokasikan pada hukuman mati selanjutnya. Menurutnya, pada pelaksanaan hukuman mati gelombang ketiga, negara mengalokasi dana sekitar Rp2,8 miliar untuk keseluruhan pelaksanaan eksekusi. Perinciannnya, setiap terpidana dialokasikan sekitar Rp200 juta.
Sebelumnya, YLBHI merilis bahwa kejaksaan dan kepolisian masing-masing meminta anggaran eksekusi mati senilai Rp247 juta. Dengan demikian, ada pemborosan anggaran sekitar Rp5 miliar pada hukuman mati gelombang ketiga.
Berdasarkan rilis dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) dan Yayasan Lembaga Hukum Indonesia (YLBHI) satu terpidana mati menghabiskan anggaran sekitar Rp247 juta. Jumlah tersebut merujuk pada pelaksanaan hukuman mati gelombang pertama dan kedua.