Jogja
Senin, 1 Agustus 2016 - 02:20 WIB

PERTANIAN GUNUNGKIDUL : Kemarau Basah, Tembakau Tak Kering Sempurna, Ini Siasat Petani

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Samiyem, petani tembakau di desa Wareng, Wonosari sibuk mengangkut jemuran tembakaunya yang masih basah di halaman rumahnya. Hujan yang masih kerap turun membuatnya resah karena harus memerhatikan tembakaunya lebih sering saat melakukan proses penjemuran. Minggu (31/7/2016). (Mayang Nova Lestari/JIBI/Harian Jogja)

Pertanian Gunungkidul, khususnya petani tembakau kesulitan hadapi musim hujan.

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL —  Petani Tembakau di Dusun Singkar 1, Desa Wareng, Wonosari mengalami kendala dalam masa panen pada kemarau basah saat ini. Proses penjemuran hasil panen tembakau tak dapat dilakukan secara maksimal, pasalnya hujan masih terus turun di Daerah tersebut.

Advertisement

(Baca Juga : PERTANIAN GUNUNGKIDUL : Kemarau Basah, Petani Tembakau Kewalahan )

Salah seorang petani tembakau, Samiyem mengatakan cuaca yang mendung bahkan hujan mau tak mau membuat Samiyem memutar otak untuk mengakali agar tembakaunya dapat kering dengan sempurna. Solusinya, ia menggunakan alat kipas angin untuk membantunya mengeringkan tembakau yang basah. Namun, dikatakannya lagi-lagi tembakau membutuhkan panas matahari untuk menjadi sempurna. Ia mengatakan keringnya tembakau yang melalui proses pengeringan kipas angin tak memiliki warna yang memuaskan yang diinginkan oleh para tengkulak tembakau.

Dijelaskannya, panasnya matahari dapat membuat tembakau menjadi kering sempurna dengan warna kuning kecoklatan. Sedangkan dengan kipas angin, warnanya justru menjadi kehitaman. Samiyem mengatakan banyak petani yang mengeluh dengan hasil panen tembakau kali ini. Tembakau yang ia tanam pada April lalu tersebut membuatanya harus pasrah karena faktor cuaca tidak dapat ia cegah. Kondisi tersebut dikhawatirkan akan menurunkan harga jual dari petani ke tengkulak. Biasanya, ia menjual tembakau ke Pracimantoro kemudian akan dikirim ke pabrik rokok di Surabaya, Jawa Timur.

Advertisement

Petani lainnya, Jumbidi mengaku rugi saat menjual tembakau dengan harga jual yang tak terlalu tinggi. pada tahun lalu, dirinya menjual tembakau dengan harga Rp31.000 per kg. Padahal, ia pun harus mencukupi kebutuhan air untuk lahannya dengan membeli air seharga Rp70.000 per tangki yang berisi 5.000 liter dan menghabiskan 36 tangki. Sedangkan untuk tahun ini ia telah menghabiskan sebanyak 20 tangki karena terbantu air hujan.

“Kami berharap perusahaan dapat membeli tembakau kami dengan harga yang lebih tinggi lagi. Terlebih saat ini musim hujan. Sudah kami maksimalkan agar tembakaunya bagus-bagus,” kata dia.

Ia mengatakan, jika harga tembakau dinaikkan, ia akan berupaya untuk meningkatkan kualitas tembakau seperti perawatan tanaman yang akan dimaksimalkan. sehingga baik pihak petani maupun perusahaan yang membeli tidak ada yang dirugikan.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif