Soloraya
Kamis, 28 Juli 2016 - 18:30 WIB

KISAH TRAGIS : Jatuh Tertimpa Tangga, Ayah Wafa Tolak Pamali "Tusuk Sate"

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Wafa Dhia Faiha Khairunnisa, 8, berbincang dengan bibinya Jamilah, di teras rumahnya di Dusun Penthur, Desa Selondoko, Ampel, Senin (25/7/2016). (Hijriah AW/JIBI/Solopos)

Kisah tragis yang menimpa keluarga Wafa tak membuat mereka percaya dengan pamali efek “tusuk sate”.

Solopos.com, BOYOLALI — Wafa Dhia Faiha Khoirunnisa, 8, siswi SDIT Annur Ampel, Boyolali, hidup dalam kekurangan bersama ayahnya yang lumpuh. Bersamaan kisahnya yang menyentuh, muncul cerita keluarga Wafa yang enggan terpengaruh klenik atau pamali. Toko kelontong ayah Wafa disebut-sebut berada di posisi “tusuk sate”.

Advertisement

Ayah Wafa, Suyadi, 37, mengalami kelumpuhan total sejak dua tahun lalu. Dia butuh tiga tali yang digantungkan di atas kasur di rumahnya, Dusun Penthur, Desa Selodoko, Ampel, Boyolali, untuk membantunya duduk. Satu utas tali dia gunakan untuk berpegangan saat hendak mengangkat badannya. Hanya tangan kanan yang bisa dia pakai untuk berpegangan tali karena telapak tangan kirinya diamputasi sejak masih 19 tahun.

Sayangnya, saat anak mereka berusia 6 tahun, Suyadi jatuh dari pohon jati. Syaraf tulang belakangnya kena sehingga dia membutuhkan biaya yang cukup banyak untuk pengobatan. “Tapi kata dokter di RS Karima Utama, hanya mukjizat Alloh yang bisa menyembuhkan saya.”

Saat itu, Mulyati sedang mengandung adik Wafa. Cobaan belum juga berhenti, Mulyati meninggal dunia setelah dua bulan melahirkan adik Wafa.
“Isi warung kelontong lama-lama habis buat biaya pengobatan, akhirnya saya bongkar. Selain itu, saya sakit jadi ndak ada yang mengurus warung,” ujar Suyadi.

Advertisement

Berbicara soal warung kelontong itu, Suyadi sering mendapat masukan dari orang tua dan beberapa tetangganya, agar warung itu dibongkar saja. Warung Suyadi berada tepat di tengah lajur berbentuk T.

“Katanya posisi warung saya itu “tusuk sate”, memotong jalur pertigaan dari jalan raya Ampel-Simo. Katanya kalau posisi seperti itu akan sering dapat musibah, jadi dulu banyak yang bilang agar dibongkar saja. Tapi bukan itu alasan saya bongkar warung, saya ndak begitu percaya sama hal pamali. Warung itu saya bongkar karena sudah tidak ada isinya.”

Saat ini, di lokasi warung dipasang ayunan buat Wafa dan sepupunya yang tinggal serumah dengan Wafa. Seperti diketahui, belakangan ini Wafa siswi SDIT Annur Ampel meramaikan dunia maya. Banyak yang memposting kisahnya di Facebook. Wafa diceritakan hidup sendirian bersama ayahnya yang lumpuh, ibunya sudah meninggal dunia. Uluran tangan dari orang yang peduli pun terus mengalir.

Advertisement

“Ada yang menulis di Facebook katanya Wafa sendirian, padahal ada nenek dan saya di sini,” ujar Bibi Wafa, Jamilah. Tidak hanya itu, Mak Lah, sapaan Jamilah, juga menyayangkan karena ada yang menulis Wafa yang sudah bisa memasak terpaksa memasak daun-daun yang tak layak.
“Kondisinya tidak sengenes itu. Saya sampai ditanya banyak orang. Meskipun untuk makan kami sangat kesulitan, tapi ndak sampai kami makan daun-daunan sembarangan.”

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif