News
Kamis, 28 Juli 2016 - 10:05 WIB

ES KOPI BERUJUNG MAUT : Perdebatkan SOP Pembuatan Kopi, Sidang Jessica Dinilai Mirip Sinetron

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Saksi yang juga sahabat Mirna, Hanie Juwita Boon (kanan), bersama sejumlah pegawai kafe Olivier mengikuti rekonstruksi kejadian kasus kematian Wayan Mirna Salihin dalam persidangan dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Rabu (27/7/2016). Kuasa hukum Jessica sempat mempertanyakan keberadaan sedotan yang dinilai merupakan salah satu fakta perjalanan sianida di kopi Mirna. (JIBI/Solopos/Antara/Yudhi Mahatma)

Es kopi berujung maut terus disidangkan. Namun, sidang dengan terdakwa Jessica Wongso kemarin dinilai mirip sinetron.

Solopos.com, JAKARTA — Sidang kasus es kopi berujung maut dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso dikritik beberapa pihak. Bahkan, sidang yang digelar sejak Rabu (27/7/2016) siang hingga malam hari ini dinilai seperti sinetron.

Advertisement

Pengamat sosial Maman Suherman terang-terangan menyebut hal ini mirip sinetron stripping. Ucapan ini khususnya merujuk pada pernyataan ketua majelis hakim yang menyebutkan kata “episode” saat hendak menskors sidang kemarin.

“Hakim mengatakan sebelum isoma [istirahat-solat-makan], ‘kita saksikan episode selanjutnya setelah istirahat’. Jadi ini kayak sinetron stripping aja,” katanya dalam perbincangan yang ditayangkan live oleh TV One dari Jakarta, Kamis (28/7/2016) pagi.

Tak hanya soal ucapan hakim, dia juga menyorot perdebatan soal standard operation procedure (SOP) pembuatan es kopi Vietnam di Olivier Cafe. Perdebatan berdasarkan pernyataan barista Olivier Cafe, Rangga Dwi Saputra, dalam sidang pekan lalu, yang menyebut adanya SOP itu.

Advertisement

Namun, saat dimintai konfirmasi kemarin, Manajer Bar, Devi, menyebut tidak ada standar pasti apakah yang harus dituangkan es batu dulu atau susu dulu. “SOP-nya ya fleksibel, Pak. Tergantung baristanya,” ujar Devi.

Mendengar pernyataan itu, hakim langsung mencecarnya. “Ini anak buah Anda bilang ada SOP, sekarang itu yang ditanyakan ke bosnya. Anda malah tidak tahu,” kata hakim.

Devi pun bereaksi keras. Menurutnya, SOP yang dijalankan di kafe tersebut bukan aturan kaku seperti halnya di institusi negara. “Kami swasta Pak, bukan seperti tentara,” jawab Devi.

Advertisement

Menurut Maman, seharusnya hal itu tidak perlu terlalu panjang diperdebatkan karena sudut pandang hakim dan saksi berbeda. “Bagi barista, yang penting komposisnya ga berubah. SOP pegawai negeri sama swasta, ya enggak akan ketemu,” ujar Maman.

Maman menilai seharusnya ada pemeriksaan forensik terkait pembuatan kopi itu dan seharusnya sudah dilakukan oleh penyidik. untuk mencari alat bukti kan poerlu saksi ahli.

Pendapat senada diungkapkan pakar hukum pidana, Chudry Sitompul, dalam kesempatan yang sama. Menurutnya, jika ada perbedaan pernyataan soal SOP antara barista dengan sang manajer, maka sang manajer yang lebih bisa dipercaya.

“Manajer yang lebih bisa kita percaya. Mereka kan enggak seperti di pabrik. Karena di sini [kafe] enggak sama, lalu dijelaskan manajernya, terus dicrosscheck. Karena manajernya merasa dipojokkan, dia melawan. Terus hakim menggunakan kekuasaannya sehingga tampak otoriter,” kritiknya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif