Jateng
Rabu, 27 Juli 2016 - 15:50 WIB

KERUKUNAN UMAT BERAGAMA : Disdik Kota Semarang Bela SMKN 7 Semarang

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Keanekaragaman agama dan kepercayaan di dunia (contemporaryfamilies.org)

Kerukunan umat beragama Kota Semarang terusik setelah seorang siswa penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa memilih tidak naik ketimbang praktik salat dalam mata pelajaran Agama Islam.

Semarangpos.com, SEMARANG — Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Semarang, Jawa Tengah, (Jateng) menyatakan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 7 Semarang sudah sesuai dengan prosedur mengenai tidak naik kelasnya siswa penghayat kepercayaan.

Advertisement

“Kami sudah melihat dan membaca kronologisnya. Mekanisme sudah dijalankan oleh sekolah, termasuk berkomunikasi aktif dengan siswa,” kata Kepala Disdik Kota Semarang Bunyamin di Semarang, Selasa (26/7/2016).

Zulfa Nur Rahman, 17, penghayat kepercayaan yang bersekolah di SMK Negeri 7 Semarang memilih menjadi martir dengan membiarkan dirinya tidak naik kelas ketimbang terpaksa praktik salat dalam mata pelajaran Agama Islam. Kurikulum bagi sekolah negeri itu hanya memfasilitasi enam agama, tanpa mengakomodasi aliran kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Bunyamin mengklaim SMK Negeri 7 Semarang sudah memberikan pelayanan pendidikan yang baik kepada Zulfa Nur Rahman. Terlebih lagi, kilahnya, data saat pendaftaran dan berkas-berkas kependudukan mencantumkan agama Zulfa Nur Rahman adalah beragama Islam.

Advertisement

“Namun, dalam perjalanannya anak itu belum mengikuti mata pelajaran pendidikan agama Islam secara baik. Sekolah sudah melakukan pendekatan sampai batas akhir keputusan penentuan kenaikan kelas,” katanya.

Karena sampai batas akhir penentuan kenaikan kelas yang bersangkutan tetap tidak memenuhi kompetensi pendidikan Agama Islam yang dipersyaratkan kurikulum, lanjut dia, Zulfa Nur Rahman tetap harus tinggal di Kelas XI. “Kepala sekolah sudah cukup akomodatif. Layanan juga sudah diberikan baik. Kami sudah dilapori secara tertulis. Sebenarnya, anak itu juga sudah ditawari memilih enam agama yang diakui,” tegas Bunyamin.

Meski mengotot bersikap normatif sesuai kurikulum, Bunyamin sempat pula mengakui bahwa insan pendidikan Indonesia belum menyediakan standar kompetensi untuk pendidikan penghayat kepercayaan dalam kurikulum pendidikan sehingga sekolah pun sebatas melaksanakan pendidikan enam agama yang diakui. “Kalau standar kompetensinya sudah ada, nanti diatur juga siapa yang akan mengajarkan. Sebagai contoh, ada siswa beragama Buddha. Namun, di sekolah ternyata belum ada guru agama Buddha,” katanya.

Advertisement

Sekolah, jelas dia, biasanya berkomunikasi dengan pemuka atau pimpinan agama Buddha di Semarang karena pendidikan agama harus diberikan sesuai dengan agama yang dianut siswa dan diajarkan guru yang seagama. “Untuk kompetensi pendidikan penghayat kepercayaan, sampai sekarang memang belum ada. Mengenai anak ini, masih diberikan kesempatan untuk mengulang,” katanya.

Suatu saat nanti, tegas Bunyamin, Zulfa Nur Rahman tetap harus memenuhi kompetensi Pendidikan Agama dengan memilih salah satu dari enam agama yang sepengetahuannya diakui undang-undang, yakni Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, atau Konghucu.

 

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif