Jogja
Minggu, 24 Juli 2016 - 09:20 WIB

SEKOLAH BANTUL : Musik Menjadi Media Pembelajaran Budaya

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Suasana sekolah saat konduktor nasional Addie MS datang ke SMK N 2 Kasihan (SMM) untuk melakukan uji kompetensi kepada siswa, beberapa waktu lalu.(JIBI/Harian Jogja/dok.SMM)

Sekolah Bantul untuk pendidikan musik.

Harianjogja.com, BANTUL — Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Kasihan (Sekolah Menengah Musik/SMM) memang mengajarkan musik klasik yang identik dengan musik kebarat-baratan kepada siswa-siswinya. Meski demikian, sekolah ini tetap mengenalkan dan menginternalisasikan ajaran hidup dan tradisi Jawa kepada siswanya.

Advertisement

Kepala SMM Samsuri ketika ditemui pada Kamis (21//2016) mengatakan, SMM sesungguhnya sekolah musik yang mengajarkan musik klasik yang berasal dari barat dengan jenis musik diatonis. Meski demikian, sekolah juga mengenalkan budaya musik karawitan bernada pentatonis. Bahkan mempelajari musik karawitan menjadi kewajiban bagi para siswa. Sekolah tetap pula menerapkan pelajaran bahasa Jawa di sekolah, walaupun pelajaran itu tidak ada hubungannya dengan kompetensi siswa dalam bermain musik. Beberapa kali kegiatan sekolah juga menggunakan tema Jawa atau sekedar mengharuskan siswa menggunakan pakaian Jawa.

“Upaya itu sebagai bentuk tanggung jawab kami, agar siswa tidak lupa pada budaya Jawa,” kata dia.

Walau siswa mempelajari musik dari barat, dan ada banyak siswa yang berasal dari luar Jawa di SMM, pelajaran bahasa Jawa dan kewajiban memainkan musik karawitan tetap diberlakukan. Memang sedikit berkesan pemaksaan ‘kejawaan’, menurut Samsuri. Namun sekolah juga memberikan pemahaman kepada siswa, bahwa langkah itu hanyalah sebuah pengenalan dan tidak masalah apabila mereka memiliki nilai kurang baik dalam pelajaran tersebut.

Advertisement

“Karena pada dasarnya mereka itu sekolah mempelajari musik, bukan belajar bahasa Jawa,” imbuhnya.

Contoh lain pengenalan artefak budaya Jawa kepada siswa SMM, dimulai sejak Pengenalan Lingkungan Sekolah, saat memberikan materi, materi awal yang diberikan kepada siswa adalah mengenai wayang dan penokohannya.

Ajarkan Kebiasan Baik

Disinggung mengenai budaya keseharian, Samsuri ingin menunjukkan bahwa kebiasaan baik perlu dimunculkan lewat kesadaran, bukan sebuah pembiasaan yang kaku dan harus berbentuk aturan yang formal. Asih, asah dan asuh dianggap sebagai kunci untuk penanaman nilai-nilai kebaikan kepada anak. Sebagai kepala sekolah, Samsuri sendiri berusaha meminimalisir jarak antara dirinya dengan siswa, untuk beberapa hal tertentu.

Advertisement

“Dalam beberapa aktivitas, saya ikut mereka saat mereka berkegiatan bersama, tapi untuk beberapa hal kami tetap menerapkan aturan tegas,” kata dia.

Bentuk wujud asah asih asuh lainnya, ditunjukkan dengan memberikan tauladan. Misalnya, sebandel apapun anak, baik guru dan kepala sekolah tidak menunjukkan kebencian kepada anak. Apabila anak bersalah, sistem hukuman yang diberikan bukanlah dengan kekerasan, apalagi makian. Karena cara-cara tersebut justru memberikan energi negatif kepada mereka. Padahal setiap anak memiliki kemampuan pengelolaan psikologis yang berbeda.

“Ketika kita mengajarkan anak dengan kekerasan misalnya memukul, sama saja kita mengajari mereka untuk berkelahi. Ketika mengajari anak melalui bentakan, umpatan, cacian, itu sama saja mengajari mereka untuk rendah diri,” tuturnya.

Terakhir, sebagai sekolah yang perlu mengenalkan nilai-nilai keindonesiaan, lagu menjadi jalan pembelajaran. Misalnya saja ketika diperdengarkan lagu Indonesia Jaya atau lagu-lagu kebangsaan lainnya. Siswa diberikan pemahaman mengenai makna lagu, agar mereka memahami bahwa Indonesia membutuhkan generasi muda yang bisa menjaga persatuan dan cinta negara.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif