News
Minggu, 24 Juli 2016 - 18:30 WIB

DUGAAN KARTEL SEPEDA MOTOR : Astra Honda Motor Bantah Sekongkol dengan Yamaha Atur Harga Skutik

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pekerja sedang menyelesaikan perakitan komponen sebuah skuter matik di Plant Astra Honda Motor (AHM) Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Senin (15/2/2016) lalu. (Adib Muttaqin Asfar/JIBI/Solopos)

Dugaan kartel sepeda motor dibantah Astra Honda Motor. Mereka menolak tuduhan bersekongkol dengan Yamaha Indonesia soal harga skutik.

Solopos.com, JAKARTA — PT Astra Honda Motor menampik bukti yang dibeberkan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait dugaan kartel sepeda motor jenis skuter matik 110cc-125cc. Perusahaan yang telah ditetapkan sebagai terlapor II ini akan membantah dan menyatakan keberatan terhadap tuduhan KPPU pada persidangan kedua.

Advertisement

Sidang kedua akan digelar dengan agenda pembacaaan tanggapan terlapor. Kubu Astra Honda Motor (AHM) memang mangkir dalam sidang pertama dengan agenda penyampaian laporan dugaan pelanggaran (LDP). Terkait tidak hadirnya wakil AHM, perusahaan itu beralasan panggilan dari KPPU terlalu mendadak.

Direktur Pemasaran AHM, Margono Tanuwijaya, mengatakan ketidakhadiran AHM dalam sidang pertama bukannya tanpa alasan. Dia menilai surat panggilan KPPU sangat mendadak yaitu sehari sebelum sidang. Oleh karena itu, pihaknya mengaku belum menunjuk kuasa hukum manapun. Kendati begitu, AHM menjanjikan akan memenuhi panggilan sidang kedua.

Advertisement

Direktur Pemasaran AHM, Margono Tanuwijaya, mengatakan ketidakhadiran AHM dalam sidang pertama bukannya tanpa alasan. Dia menilai surat panggilan KPPU sangat mendadak yaitu sehari sebelum sidang. Oleh karena itu, pihaknya mengaku belum menunjuk kuasa hukum manapun. Kendati begitu, AHM menjanjikan akan memenuhi panggilan sidang kedua.

“Kami pasti datang pada sidang kedua. Kami menyatakan menolak seluruh tuduhan dan bukti yang diklaim dimiliki oleh KPPU,” katanya kepada Bisnis/JIBI, Minggu (24/7/2016).

Pihaknya menolak serta merta dinyatakan terlibat dalam email internal PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing. Email antara Presiden Direktur Yamaha dengan stafnya bukan merupakan urusan dari Astra Honda Motor.

Advertisement

Ketua Investigator kasus kartel sepeda motor Frans Adiatma mengatakan analisis dugaan sementara yaitu kedua terlapor diduga melakukan perjanjian menaikkan harga skuter matik 110 cc-125 cc. Perjanjian tersebut, lanjut dia, terungkap pada bukti email internal dari Presiden Direktur PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing Yoichiro Kojima kepada Vice President dan tim marketing Yamaha pada Januari 2014.

Email tersebut memerintahkan tim penjualan untuk menyesuaikan kenaikan harga jual Yamaha dengan Honda. Selanjutnya, Presdir Yamaha akan melaporkan penyesuaian tersebut kepada Presdir PT Astra Honda Motor.

“Dari bukti email ini, maka ada unsur perjanjian antara dua petinggi produsen sepeda motor tersebut. Mereka saling mengikuti satu sama lain,” ujarnya.

Advertisement

Frans menganalisis kedua bos besar dua perusahaan itu telah menggelar pertemuan di lapangan golf. Pertemuan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan surat email presdir Yamaha kepada bawahannya. Presdir Yamaha juga menyebut akan meneruskan hasil penyesuaian harga Yamaha kepada Presdir Astra Honda Motor.

Dampak penetapan harga tersebut, tuturnya, mengakibatkan keuntungan berlipat yang dinikmati kedua terlapor. Indikatornya yaitu kenaikan profit dan market share meskipun jumlah penjualan menurun.

Ketua KPPU Syarkawi Rauf menjelaskan lembaganya melakukan investigasi sepeda motor lantaran pasarnya sangat terkonsentrasi dan dikuasai oleh dua pemain besar. “Pangsa pasar Honda 67% dan pangsa Yamaha 29%. Kalau digabung keduanya mendominasi pasar 96%. Itu menghambat perusahaan lain untuk masuk,” katanya.

Advertisement

KPPU telah melakukan penyelidikan terhadap dua terlapor sejak dua tahun lalu. Penyelidikan tersebut mengungkapkan adanya dugaan persekongkolan.

Seperti diketahui harga produksi satu unit sepeda motor seharusnya Rp7 juta hingga Rp8 juta. Namun kedua terlapor kasus ini dapat mematok hingga Rp16 juta per unit. Sidang kedua berupa tanggapan terlapor akan digelar pada 26 Juli 2017. Adapun proses hingga putusan majelis komisi memakan waktu sekitar 150 hari kerja.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif