Jogja
Jumat, 22 Juli 2016 - 17:20 WIB

BATIK SLEMAN : Pewarna Alami Belum Banyak Digunakan, Ini Alasannya

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Seorang desainer dari APPMI menunjukkan kain batik kombinasi antara motif parijotho dan salak yang nantinya akan menjadi ikon batik Kabupaten Sleman, Jumat (11/4/2014). (JIBI/Harian Jogja/Rima Sekarani I.N.)

Batik Sleman belum banyak yang menggunakan pewarna alami

Harianjogja.com, SLEMAN– Para perajin batik di wilayah Sleman belum banyak yang menggunakan bahan pewarna alam. Meski bahan tersebut ramah lingkungan, minimnya bahan baku pewarna alami menyebabkan ongkos produksi batik dengan warna alami tinggi.

Advertisement

Untuk memasyarakatkan penggunaan bahan pewarna alami, Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Sleman bersama Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi (Disperindagkop Sleman) menggelar lomba batik pewarna alam. Lomba tersebut digelar mulai 15 Juli hingga 7 Oktober mendatang.

“Kami berharap bisa memberi pemahaman baru budaya batik kepada masyarakat. Penggunaan warna alam lebih baik dari sisi kesehatan dan lingkungan,” ujar Ketua Dekranasda Sleman Kustini Sri Purnomo, Kamis (21/7/2016).

Diakuinya, sebagian besar perajin batik di Sleman ada saat ini masih menggunakan pewarna sintetis untuk memproduksi batik. Kondisi tersebut berdampak pada minimnya produksi batik menggunakan bahan pewarna alam.

Advertisement

Salah satu faktor yang menyebabkan pewarna alam kurang popular karena sulitnya para perajin mendapat bahan baku. Selain itu, proses pembuatannya lebih panjang dan harga jual terlalu tinggi sehingga dikawatirkan tidak cepat laku di pasaran.

“Inilah yang menjadi alasan utama para pembatik kurang berminat menggunakan bahan pewarna alam. Harga jual kain batik pewarna alam di pasaran bisa 10 kali lipat dari batik berpewarna sintetis,” kata Kustini.

Dia menjelaskan, ada sejumlah bahan baku alam yang jamak digunakan para perajin batik. Seperti tingi, jolawe dan tegeran. Sayangnya, bahan-bahan baku tersebut saat ini sudah sangat jarang ditemukan.

Advertisement

Umumnya, bahan baku didatangkan dari wilayah Temanggung (Jawa Tengah) dan Tasikmalaya (Jawa Barat). Dari ratusan pelaku usaha batik di Slema, baru segelintir perajin saja yang concern menggunakan dan mengembangkan pewarna natural.

“Hasil pewarna alam bagus dan menarik meski tidak secemerlang pewarna sintetis. Saat ini, animo masyarakat terhadap batik warna alam semakin meningkat, termasuk konsumen dari luar negeri,” ungkapnya.

Sekretaris Dekranasda Sleman, Komarrudin menjelaskan, pihaknya saat ini sedang menjalin kerjasama dengan UGM untuk melakukan pengembangan bahan baku dan teknologi pewarna alam. Bahkan, katanya, UGM kini juga sedang membudidayakan tanaman Indigo di wilayah Minggir, Sleman.

“UGM turut melakukan pengembangan bahan pewarna alam kain batik. Ada sekitar empat hektare lahan yang disiapkan untuk budidaya tersebut,” katanya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif