Otomotif
Kamis, 21 Juli 2016 - 12:25 WIB

DUGAAN KARTEL SEPEDA MOTOR : Dituding Mainkan Harga Skutik, Ini Kata Honda dan Yamaha

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi pekerja menata sepeda motor baru Honda /JIBI/Bisnis/dok)

Dugaan kartel sepeda motor ditepis Honda dan Yamaha.

Solopos.com, JAKARTA – PT Astra Honda Motor (AHM) dan PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM) diduga bersekongkol melakukan praktik kartel permainan harga sepeda motor jenis skuter matik (skutik) bermesin 110 cc hingga 125 cc.

Advertisement

Terkait tudingan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) itu, Asisten GM Marketing YIMM M Masykur menegaskan pihaknya tidak pernah melakukan aktivitas yang melanggar hukum usaha. Meski begitu pihaknya akan menelaah secara detail terlebih dahulu tentang poin-poin tuduhan KPPU terhadap YIMM.

“Saya akan mempelajari terlebih dahulu, karena kami baru tahu hari ini. Kami tidak bisa memberi tanggapan saat ini tanpa mempelajari LDP [laporan dugaan pelanggaran],” ungkap Masykur seperti dikutip Solopos.com dari laman Okezone, Rabu (20/7/2016).

Bantahan atas dugaan KPPU juga disampaikan oleh Ahmad Muhibbudin, Deputy Head of Corporate Communication AHM ketika dikonfirmasi di lokasi terpisah. Kendati demikian ia mengatakan AHM akan tetap menghormati proses hukum yang berlangsung.

Advertisement

“Kami akan menggunakan hak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku untuk membuktikan hal yang disangkakan tidak benar. Dugaan itu sudah lama dan kami sudah sampaikan bantahannya ke KPPU saat diperiksa jauh sebelum persindangan,” terang Muhibbudin seperti dilansir laman Detik.

KPPU mencurigai dua pabrikan asal Jepang itu bekerja sama memonopoli bursa motor segmen skutik berdasarkan data market share serta temuan surat elektronik Presiden Direktur YIMM, Yoichiro Kojima yang dikirim ke jajaran direksi di bawahnya setelah bertemu petinggi AHM, Toshiyuki Inuma antara 2013-2014 lalu.

Apabila dugaan kartel sepeda motor itu terbukti benar, baik AHM maupun YIMM masing-masing terancam denda administrasi sebesar Rp25 miliar.

Advertisement

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif