News
Senin, 18 Juli 2016 - 08:00 WIB

IMPOR JEROAN SAPI : Menteri Pertanian: Saya Tidak Impor Jeroan Jika Tak Dibeli Orang!

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, menunjukkan cincin batu akik dari fosil tanaman purba Sangiran, Sragen, Rabu (25/2/2015). (Abdul Jalil/JIBI/Solopos)

Impor jeroan sapi dibuka pemerintah. Menteri Pertanian menyebutkan pembelaannya.

Solopos.com, JAKARTA — Menteri Pertanian Amran Sulaiman sepanjang pekan lalu giat mengumumkan kebijakan baru impor daging sapi. Keran impor daging potongan sekunder segera dilonggarkan. BUMN maupun swasta boleh mengimpor, tak harus dalam kondisi darurat. Pada saat yang sama, larangan impor jeroan dan sapi siap potong hendak dicabut.

Advertisement

Apa yang melatarbelakangi keputusan pemilik Tiran Group (holding 14 perusahaan mulai tambang emas-nikel, perkebunan tebu kelapa sawit, produsen pestisida, serta SPBU) itu? Berikut ini rangkuman penjelasan Amran kepada wartawan terkait kebijakan impor daging dan sapi di sela-sela kunjungan kerjanya ke beberapa kota/kabupaten di Jawa Tengah dan Jawa Timur pekan lalu:

Dulu Bapak sebut jeroan itu makanan anjing, bukan makanan manusia. Kenapa tiba-tiba membuka kran impor jeroan?

“Itu benar semua. Kami tutup, kemudian kami buka tahun ini. Kita harus buka cakrawala orang berpikir. Jangan mengambil sepenggal-sepenggal sehingga tidak baik untuk negeri kita. Apa itu? Yang bertahan di dunia ini adalah perubahan dan kepentingan. Kenapa berubah? Ada kepentingan. Kepentingan apa? Kepentingan negara, kepentingan rakyat. Kami ingin membuat regulasi yang semuanya dibangun untuk kepentingan rakyat. Jangankan Permentan, UU pun kami revisi kalau rakyat yang menginginkan.

Advertisement

Ini kan berubah, tahun lalu mengatakan A, tahun ini B. Ini regulasi untuk rakyat. Kami cek harga daging, Rp120.000 (per kg) ada, Rp130.000 ada sampai Rp140.000. Apakah kita mau biarkan rakyat menderita? Enggak kan? Harga jeroan juga menyentuh Rp80.000-Rp90.000 per kg. Di luar negeri harganya 1 dolar (US$1 per kg). Ini berarti 800% lebih tinggi. Setelah ini pemerintah mencari solusi supaya protein terpenuhi untuk rakyat, terutama untuk rakyat kecil karena kita kurang protein. Protein salah satunya adalah daging sapi, jeroan, dan seterusnya.

Kami melihat kalau harga 500% lebih mahal, jomplang begini, tentu pemerintah berpikir, melihat dulu regulasi, ada enggak regulasi yang bisa menurunkan harga ini. Jangankan permentan, UU saja bisa direvisi. Masih ingat (perubahan) country base ke zone base? Itu karena rakyat yang menginginkan.

Setelah kami buka nanti, kita beli (jeroan) US$1, kalau kita jual US$2 atau US$3 per kg di masyarakat, senang enggak? Daripada harga Rp80.000, mau kalau Rp30.000 per kg kan? Ini turun 70%.”

Advertisement

Bapak kemarin juga bilang impor jeroan ini untuk menekan harga daging. Padahal jeroan bukan substitusi daging.

“Coba makan buah 20 biji, baru aku kasih nasi. Bisa enggak makan itu nasi? Aku ada ilmu baru. Saya ke Jeneponto, teman-teman saya ikut, padahal uang saya kurang. Karena saya pegawai, ini pasti saya yang bayar kalau makan di restoran. Akal saya banyak. Seribu akal saya. Sehingga saya ajak teman-teman makan jagung, (dan bilang ke teman-teman) ini refreshing. Mereka makan sebanyak-banyaknya sampai puas. Ini aku bayar Rp300.000, bisa makan sampai capek. Begitu jalan sampai Makassar, (saya bilang) hai teman, kita cari warung, kita makan. (Mereka jawab) loh, di mana mau disimpan lagi, sudah kenyang. Jadi, biayanya cuma Rp300.000. Daripada Rp3 juta, habis gaji saya satu bulan. Sama itu dengan jeroan tadi.”

Jadi karena orang tidak mampu beli daging, lantas disuruh makan jeroan?

“Saya beri pilihan pada rakyat ini semua. Pilih yang mana saja. Saya tidak akan impor jika tidak dibeli orang. Pengusaha kan tidak bodoh. Mana mungkin mau impor jika tidak laku?”

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif