Tradisi Syawalan Boyolali digelar Rabu (13/7/2016).
Solopos.com, BOYOLALI – Rabu (13/7/2016) pagi selepas Subuh, jalanan di kampung Dukuh Mlambong, Desa Sruni, Kecamatan Musuk, Boyolali, mulai berdenyut.
Warga mulai wira-wiri mempersiapkan puncak perayaan Hari Raya Idul Fitri atau Syawalan, yakni Bakda Kupat. Anak-anak berbusana muslim mulai berlarian ke sana kemari. Di setiap rumahpun ibu-ibu sibuk menyiapkan masakan khas Syawalan, di antaranya ketupat, sambal goreng, opor ayam, kerupuk udang, dan bubuk kedelai.
Mereka mengemas masakan dalam wadah kemudian di bawa ke rumah Ketua RT masing-masing. Dimulailah acara kenduren. Mereka pun menggelar doa bersama.
Mereka mengemas masakan dalam wadah kemudian di bawa ke rumah Ketua RT masing-masing. Dimulailah acara kenduren. Mereka pun menggelar doa bersama.
Perayaan Syawalan tak berhenti pada acara kenduren. Ada yang unik dalam tradisi Syawalan di kampung yang berlokasi di lereng Gunung Merapi sisi timur ini. Bukan hanya masyarakat yang bisa merayakan Bakda Kupat, sapi perah yang selama ini menjadi sumber penghidupan utama warga setempat juga turut merayakannya.
Selesai doa bersama, warga pun kembali ke rumah dan mengeluarkan hewan ternak mereka untuk di arak keliling kampung. Tak lupa, sapi-sapi itu juga dikalungi untaian ketupat. Suasana jalan kampung menjadi ramai dipenuhi hewan ternak layaknya suasana di pasar hewan.
Itulah tradisi unik yang hingga kini masih dilestarikan oleh warga setempat. Kearifan lokal ini sudah berlangsung sejak zaman dahulu kala.
Masyarakatpun tidak hanya menyebut tradisi itu dengan bakda kupat namun juga biasa disebut bakda sapi.
Warga setempat, Eri, 34, menuturkan bakda sapi merupakan wujud syukur warga kepada Allah SWT karena hewan ternak tersebut telah memberikan rezeki sehingga bisa mencukupi kebutuhan keluarga.
“Sapi-sapi ini telah menjadi sumber penghidupan kami. Satu hari ini kami manjakan dengan diberi makan kupat. Mereka doyan kok,” ujar Eri.
Tokoh masyarakat setempat, Hadi Sutarno, bakda sapi adalah budaya nenek moyang yang sudah berjalan turun-temurun sehingga warga tidak mau menghilangkan tradisi tersebut. Tradisi itu muncul atas dasar kepercayaan yang selama ini berkembang di masyarakat.
“Ada kisah Nabi Sulaiman yang punya kebiasaan mengeluarkan sapinya keluar kandang pada hari ke-7 Lebaran. Nabi memeriksa sapi-sapi dan memberi makan yang baik untuk sapinya,” ujar Hadi.
Tradisi bakda sapi sebagai wujud syukur warga karena sapi perah telah mampu menghidupi warga mulai dari kebutuhan sehari-hari hingga pendidikan.