Soloraya
Senin, 11 Juli 2016 - 19:40 WIB

DRAINASE SOLO : Penghapusan Retribusi Drainase Dinilai Kontraproduktif

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Program Drainase Solo. (JIBI/Solopos)

Drainase Solo, Komisi II DPRD Solo menentang penghapusan retribusi penutupan drainase.

Solopos.com, SOLO–Langkah Pemkot yang ingin menghapus retribusi penutupan saluran drainase ditentang Komisi II DPRD. Legislator menilai wacana tersebut kontraproduktif dengan upaya menekan genangan yang kini membayangi Kota Solo.

Advertisement

Sekretaris Komisi II, Supriyanto, mengatakan penarikan retribusi menjadi instrumen untuk mengendalikan penutupan drainase yang kian masif di Kota Bengawan. Menurut Supriyanto, alih fungsi saluran air menjadi lahan parkir, perluasan tempat tinggal hingga pertokoan yang tak terkontrol terbukti memicu genangan di sejumlah wilayah.

Sebelumnya Wali Kota Solo F.X. Hadi Rudyatmo berencana menghapus retribusi drainase karena dinilai menghambat investasi. “Logika penarikan retribusi drainase tak melulu untuk PAD (pendapatan asli daerah), tapi juga pengendalian agar Solo tak menjadi langganan genangan dan banjir,” ujar Supriyanto saat ditemui wartawan di Gedung DPRD, Senin (11/7/2016).

Secara regulasi, Supriyanto menilai retribusi drainase tak dapat serta-merta dicabut karena sudah tercantum di Perda No.5/2016 tentang Retribusi Daerah yang berlaku 2 Juli. Dalam Perda, tarif retribusi untuk pemakaian ruang di atas saluran drainase untuk usaha komersial ditetapkan 2% dari nilai jual objek pajak (NJOP)/m2/tahun. Supri menegaskan penarikan retribusi drainase sudah sesuai amanat UU serta melalui proses evaluasi pemerintah pusat.

Advertisement

“Evaluasi perda hampir setahun karena pusat berhati-hati dalam mengkaji setiap pungutan. Masa baru beberapa hari diterapkan sudah mau ditinjau ulang,” cetus politikus Partai Demokrat tersebut.

Dia menyarankan pengusaha yang keberatan tarif retribusi langsung mengajukan keringanan pada Wali Kota. Namun, Supri mewanti-wanti harus ada alasan masuk akal untuk pemberian dispensasi. Dia tak menampik biaya yang dikeluarkan untuk penutupan drainase di beberapa titik cukup besar. Sebagai contoh, kelebihan penutupan saluran air seluas 6 meter persegi di jalan protokol seperti Jl. Wahidin bernilai retribusi sekitar Rp2 juta/bulan. “Pengusaha bisa mengajukan pengurangan tarif, tentu dengan alasan yang mendasar.”

Anggota Komisi II, Ginda Ferachtriawan, meminta Pemkot mengoptimalkan langkah preventif agar warga tak sembarangan menutup drainase. Dia menilai sebagian masyarakat belum memandang drainase sebagai unsur vital dalam menunjang keseimbangan lingkungan. Hal itu terlihat dengan banyaknya bangunan yang menutup saluran air secara berlebihan untuk akses masuk maupun parkir.

Advertisement

“Kesadaran memelihara drainase di masyarakat masih minim,” ujarnya kepada Solopos.com.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif