News
Minggu, 10 Juli 2016 - 04:20 WIB

KECELAKAAN UDARA : Ada Warga Sipil, Salahi Aturan Penerbangan Militer

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Aparat dari TNI AD membersihkan puing-puing bangunan yang tertimpa helikopter Bell 205 di Dusun Kowang RT 1 RW 1, Tamanmartani, Kalasan, Sleman, Sabtu (9/7/2016). (Bernadheta Dian Saraswati/JIBI/Harian Jogja)

Kecelakaan udara, bangkai helikopter jatuh dipindahkan.

Harianjogja.com, SLEMAN — Teka-teki munculnya nama Fransisca Nila Agustin, korban meninggal dalam jatuhnya helikopter milik TNI AD di Dusun Kowang, Tamanmartani, Kalasan, Sleman, membuat pengamat militer angkat bicara. Hal ini dirasa ganjal mengingat Fransisca merupakan satu-satunya warga sipil yang ada dalam helikopter tersebut.

Advertisement

Fransisca disebut-sebut merupakan kekasih dari Serka Rahmad, kru pesawat yang turut dalam penerbangan itu. Serka Rahmad sendiri selamat dan saat ini masih dalam perawatan. Sementara Fransisca, warga Serangan, Blulukan, Colomadu, Karanganyar ini meninggal dunia.

Pengamat militer yang juga Guru Besar Sosiologi Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Universitas Negeri Malang, Prof Dr Muhadjir Effendy mengatakan terlepas dari apakah penumpang sipil memiliki hubungan dekat dengan awak penerbang atau tidak, memasukkan warga sipil tanpa mengikuti prosedur adalah sebuah pelanggaran penerbangan.

Dihubungi Harianjogja.com, Sabtu (9/7/2016) sore, ia mengatakan pesawat militer terutama pesawat angkut, baik itu berupa helikopter maupun pesawat lainnya, pada prinsipnya digunakan untuk kepentingan militer. Tetapi terkadang digunakan untuk kepentingan sipil atau civil mission seperti misi kemanusiaan penyelamatan atau melakukan pemantauan terhadap kemacetan lalu lintas.

Advertisement

“Dalam kondisi seperti itu [misi kemanusiaan], bisa ada penumpang sipil atau masyarakat nonmiliter yang naik ke pesawat itu,” jelasnya.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif