News
Minggu, 10 Juli 2016 - 06:20 WIB

KECELAKAAN UDARA : Ada Warga Sipil di Helikopter Militer, Pengamat Sebut Sanksi Dapat Dijatuhkan

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Helikopter TNI AD yang jatuh di Sleman, Jumat (8/7/2016) sore. (Istimewa/@gcosawit/@JogjaUpdate)

Kecelakaan udara, bangkai helikopter jatuh dipindahkan.

Harianjogja.com, SLEMAN –– Keberadaan warga sipil dalam helikopter militer membuat pengamat militer angkat bicara. Menurut pengamat militer yang juga Guru Besar Sosiologi Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Universitas Negeri Malang, Prof Dr Muhadjir Effendy, hal ini hal ini termasuk pelanggaran sehingga dapat dikena sanksi.

Advertisement

Muhadjir mengatakan persoalan ini dirasa ganjal mengingat Fransisca Nila Agustin, korban meninggal dalam jatuhnya helikopter milik TNI AD di Dusun Kowang, Tamanmartani, Kalasan, Sleman,merupakan satu-satunya warga sipil yang ada dalam helikopter tersebut.

Fransisca disebut-sebut merupakan kekasih dari Serka Rahmad, kru pesawat yang turut dalam penerbangan itu. Serka Rahmad sendiri selamat dan saat ini masih dalam perawatan. Sementara Fransisca, warga Serangan, Blulukan, Colomadu, Karanganyar ini meninggal dunia.

Muhadjir mengatakan terlepas dari apakah penumpang sipil memiliki hubungan dekat dengan awak penerbang atau tidak, memasukkan warga sipil tanpa mengikuti prosedur adalah sebuah pelanggaran penerbangan.

Advertisement

Namun jika dalam konteks kejadian di Kalasan ini yang mana helikopter terbang untuk misi pengamanan kedatangan Presiden Joko Widodo, kehadiran seorang warga sipil di dalam helikopter militer dinilainya menyalahi aturan. Ia melihat ada kecerobohan saat proses pemeriksaan sebelum helikopter tinggal landas dari Bandara Adisumarmo Boyolali, Jawa Tengah.

Tentu saja, lanjutnya, jika penerbangan helikopter Bell 205 tersebut mengemban misi murni militer terlebih untuk tujuan persiapan perjalanan seorang Presiden, ada prosedur ketat bagi penumpangnya.

“Biasanya yang akan ikut ke penerbangan dicatat, diseleksi secara ketat,” kata pria yang menjadi dosen sejak tahun 1983 ini.

Advertisement

Sehingga, imbuh Muhadjir, saat ditemukan ada penumpang sipil di dalam helikopter militer, hal ini merupakan sebuah kecerobohan yang dilakukan pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap penerbangan, salah satunya kapten dan kopilot.

“Tidak boleh ada pihak sipil, apapun alasannya dalam penerbangan dalam rangka pengamanan Presiden,” tegasnya.

Pelanggaran ini disebutnya memiliki sanksi. Namun ia tidak dapat menyebut bentuk sanksi yang dibebankan kepada pihak yang menyalahi aturan penerbangan.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif