News
Kamis, 30 Juni 2016 - 19:36 WIB

SUAP REKLAMASI JAKARTA : Inilah Kejanggalan Tarik Ulur Kontribusi Tambahan 15% yang Ingin Dihilangkan Taufik dkk

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi berjalan seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Sabtu (2/4/2016). KPK menetapkan Mohamad Sanusi sebagai tersangka penerima suap dari PT Agung Podomoro Land dimana suap itu untuk perizinan proyek reklamasi di Pantai Utara dengan barang bukti hasil operasi tangkap tangan uang sebesar Rp 1,14 miliar. (JIBI/Antara Foto/Muhammad Adimaja)

Suap reklamasi Jakarta diawali tarik ulur kontribusi tambahan 15% yang dibebankan pada pengembang. Sikap Taufik dkk dinilai janggal.

Solopos.com, JAKARTA — Pembahasan poin soal nilai kontribusi tambahan menjadi bahan perdebatan antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta serta Badan Legislasi Daerah (Balegda). Pemprov menginginkan nilai kontribusi tambahan tetap senilai 15%, sedangkan Balegda menginginkan nilai kontribusi tambahan 15% tidak dimasukkan dalam raperda.

Advertisement

Hal itu terungkap dalam sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi untuk Presiden PT Agung Podomoro Land Tbk. Ariesman Widjaja, Kamis (30/6/2016). Sidang itu mengungkapkan berbagai lobi hingga desakan dilakukan Balegda supaya pemprov menurunkan nilai kontribusi tambahan. Termasuk, menyerahkan usulan nilai kontribusi tambahan versi Balegda ke pihak eksekutif.

“Gila, kalau begini bisa korupsi,” respons Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok saat menerina usulan skema kontribusi tambahan dari Balegda yang disampaikan lewat Ketua Bappeda DKI Jakarta, Tuti Kusumawati.

Advertisement

“Gila, kalau begini bisa korupsi,” respons Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok saat menerina usulan skema kontribusi tambahan dari Balegda yang disampaikan lewat Ketua Bappeda DKI Jakarta, Tuti Kusumawati.

Penyerahan usulan itu dilakukan pada 8 Maret 2016. Dalam usulan tersebut, DPRD mendorong Pemprov DKI Jakarta untuk menerima skema kontribusi tambahan sesuai versi mereka. Skema versi Balegda menyebutkan nilai kontribusi tambahan senilai 15% seperti yang diusulkan pihak eksekutif bisa dikonversi dari nilai kontribusi lahan seluas 5% setiap pulau reklamasi.

Karena nilainya jauh dari skema semula, pihak eksekutif menolak usulan Balegda tersebut. Mereka melihat, skema milik Balegda membuat potensi aset milik pemprov dalam proyek reklamasi tersebut berkurang.

Advertisement

Dari kewajiban-kewajiban tersebut, pemprov menghitung nilai aset yang bakal diperoleh jika kontribusi tambahan dikenakan 15% ke setiap pengembang mencapai Rp48,8triliun. Sedangkan nilai aset dari pengenaan nilai kontribusi lahan senilai 5% mencapai Rp28,3 triliun.

“Jadi kalau digabungkan antara nilai kontribusi tambahan 15% dengan nilai kontribusi lahan senilai 5%, total nilai aset yang bakal diperoleh mencapai Rp77,1 trilun,” kata Tuti saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (30/6/2016).

Tuti menambahkan, meski mendapat penolakan, rupanya hal itu tidak menyurutkan langkah pihak legislatif untuk tetap melobi Pemprov DKI Jakarta supaya nilai tersebut diturunkan. Saksi lainnya, Saefullah yang merupakan Sekda DKI Jakarta menambahkan, meski terus mendapat desakan dari Balegda, pihak eksekutif tetap bertahan di nilai tersebut.

Advertisement

Contohnya pertemuan yang digelar pada 11 Maret 2016. Mereka menegaskan kepada Ketua Balgeda Mohamad Taufik tetap menolak skema yang ditawarkan pihak legislatif. Namun rupanya, hal itu tak menyurutkan Taufik. Dia tetap bersikukuh supaya nilai kontribusi tambahan itu diturunkan. “Saya tak tahu alasannya, tetapi mereka tetap meminta agar nilai itu diturunkan,” tambahnya.

Walhasil, karena tidak ada titik temu perdebatan antara kedua pihak pun tak terelakan. Dalam rekaman yang dibawa oleh tim Jaksa KPK contohnya, pihak legislatif yang diwakili oleh duo Mohamad Sanusi dan Mohamad Taufik tetap menginginkan supaya nilai kontribusi itu dihapuskan.

Alot

Advertisement

Alotnya pembahasan itu juga tampak dari rencana sidang paripurna yang molor. Awalnya dewan sepakat untuk menggelar sidang paripurna pembahasan raperda pada 25 Februari 2016. Namun, karena kedua pihak masih keukeuh dengan skemannya masing-masing sidang tersebut pun urung dilakukan.

Tercatat, beberapa kali Balegda melalui M. Taufik melobi Pemprov DKI Jakarta. Bahkan sesuai dengan keterangan Tuti, saking alotnya pembahasan, Taufik kerap memaksa supaya nilai kontribusi tersebut dihilangkan atau paling tidak diganti dengan skema versi Balegda.

Sikap Taufik beserta sejumlah anggota Balegda lainnya itu mengundang sejumlah pertanyaan. Terutama, motivasi politisi Gerindra itu untuk memaksakan supaya nilai kontribusi itu dihapus atau diturunkan.

Jaksa KPK Ali Fikri kemudian menanyakan kepada para saksi yang hadir dalam pertemuan itu soal alasan M. Taufik dan anggota Balegda tersebut. Pertanyaan itu dilontarkan karena jaksa menilai ada yang janggal dari sikap pimpinan Balegda tersebut.

Terlebih dalam fakta persidangan sebelumnya terungkap, Taufik beserta dengan Sanusi, Prasetyo Edi Marsudi, Selamat Nurdin, dan Mohamad Ongen Sangaji bertemu dengan pengembang, yakni Bos Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan. Bahkan dalam pertemuan itu disebutkan Aguan meminta mereka untuk mempercepat pembahasan raperda tersebut.

Melihat fakta persidangan tersebut, jaksa menduga adanya korelasi antara pertemuan itu dengan sikap Taufik dan anggota Balegda lainnya yang tetap menginginkan nilai kontribusi tersebut dihapus dari raperda. “Nantilah, ada indikasi ke situ, bakal didalami lagi,” katanya.

Adapun selain Tuti dan Saepullah, persidangan itu juga dihadiri saksi lainnya yakni Gamal Sinurat Asisten Pembangunan Lingkungan Hidup Sekretaris Daerah DKI, Heru Wiyanto, dan Vira Revina Sari Kepala Biro Penataan Kota DKI Jakarta.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif