Soloraya
Kamis, 30 Juni 2016 - 17:40 WIB

PERMUKIMAN SOLO : 86 KK Warga Bantaran Bengawan Solo Tolak Pindah

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Warga bantaran Sungai Bengawan Solo wilayah RW 003 Kelurahan Semanggi, Pasar Kliwon, Solo, Santoso, 66, beraktivitas di sekitar rumahnya, Selasa (28/6/2016) siang. Dia meminta ganti rugi tanah di bantaran hingga Rp3 juta per meter persegi. (Irawan Sapto Adhi/JIBI/Solopos)

Permukiman Solo, puluhan KK di bantaran Bengawan Solo menolak pindah.

Solopos.com, SOLO–Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (Bapermas PP, PA, dan KB) Solo mencatat 86 kepala keluarga (KK) masih menolak pindah dari bantaran Sungai Bengawan Solo.

Advertisement

Kabid Pemberdayaan Masyarakat Bapermas PP, PA, dan KB Solo, Sukendar Tri Cahyo, mengatakan 86 KK masih bertahan di bantaran Sungai Bengawan Solo karena menolak kompensasi yang ditawarkan pemerintah. Dia menjabarkan, dari 86 KK yang masih bertahan di bantaran Sungai Bengawan Solo tersebut ada 76 KK menempati tanah hak milik (HM) sedangkan sisanya di tahan negera.

“Ada 86 rumah yang masih berdiri di wilayah Bantaran Sungai Bengawan Solo. 76 rumah di antaranya menempati tanah hak milik dan sisanya berada di tanah negara. Mereka masih menolak nilai kompensasi yang ditawarkan pemerintah,” kata Sukendar saat dimintai informasi Solopos.com soal penataan bantaran Sungai Bengawan Solo, Kamis (30/6/2016).

Sukendar menegaskan tidak ada regulasi yang mendukung penambahan nilai ganti rugi bagi warga bantaran Sungai Bengawan Solo. Menurut dia, Pemkot bisa dinilai melawan aturan apabila mengganti rugi bangunan di kawasan terlarang dengan nominal yang terlalu tinggi.

Advertisement

Sukendar menilai negosiasi ulang soal nilai kompensasi juga memicu kecemburuan bagi warga bantaran yang telah menerima dana.

“Kami malah khawatir nilai tanah justru turun kalau pemerintah melakukan penaksiran ulang soal nilai kompensasi bagi warga bantaran Sungai Bengawan Solo. Diketahui bantaran Sungai Bengawan Solo menjadi kawasan langganan banjir,” jelas Sukendar.

Dijumpai terpisah, seorang warga di bantaran Sungai Bengawan Solo wilayah RW 003 Kelurahan Semanggi, Pasar Kliwon, Santoso, 66, mengatakan nilai kompensasi yang ditawarkan Pemkot terlalu kecil. Pemkot mematok kompensasi tanah senilai Rp492.000 per meter persegi. Sedangkan ganti rugi bangunan senilai Rp8,5 juta pukul rata. Dia meminta nilai kompensasi tanah dinaikan minimal Rp3 juta per meter persegi.

Advertisement

“Nilai kompensasi yang ditawarkan pemerintah tidak sepadan, terlalu sedikit. Apabila saya terima, uang ganti rugi tersebut tidak akan cukup untuk membeli tanah dan rumah di tempat lain. Minimal nilai ganti rugi tanah Rp3 juta per meter persegi,” kata Santoso.

Santoso mengatakan nilai ganti rugi bangunan juga harus disesuaikan. Dia tidak sepakat apabila nilai ganti rugi bangunan dihitung sama rata senilai Rp8,5 juta. Santoso mengaku mengantongi sertifikat kepemilikan tanah seluas 160 meter persegi dengan luas bangunan 130 meter persegi di bantaran Sungai Bengawan Solo. Dia menginginkan Pemkot memberikan uang ganti rugi bangunan sesuai dengan luas dan fungsinya.

“Saya sudah 60 tahun menempati rumah ini [di bantaran Sungai Bengawan Solo]. Rumah saya juga untuk produksi batik. Jadi beda dengan rumah biasa. Kok pemerintah seenaknya sendiri meminta kami pergi dengan menawarkan kompensasi tidak sepadan? Tidak bisa seperti itu. Kami jelas akan bertahan,” ujar Santoso.

Disinggung soal rencana peninggian tanggul yang berpotensi menutup akses jalan warga bantaran Sungai Bengawan Solo, Santoso menyebut pemerintah tidak memiliki rasa kemanusiaan apabila tetap melakukan proyek tersebut. Dia meminta pemerintah terlebih dahulu menuntaskan persoalan dengan warga bantaran. Menurut Santoso, warga sebenarnya bersedia pindah apabila ada penyesuaian nilai kompensasi.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif