Jogja
Minggu, 26 Juni 2016 - 02:21 WIB

WISATA KULONPROGO : Menjelajahi Reruntuhan Kompleks Pabrik Gula Sewu Galur

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Seorang warga melintas di depan bangunan peninggalan zaman Belanda yang menjadi bagian dari kompleks Pabrik Gula Sewu Galur di Dusun Sewu Galur, Desa Karangsewu, Kecamatan Galur, Kulonprogo, Kamis (23/6/2016). Sejumlah reruntuhan bangunan dengan arsitektur khas kolonial masih bisa ditemukan dengan cukup mudah di wilayah ini. (Rima Sekarani I.N./JIBI/Harian Jogja)

Wisata Kulonprogo berikut mengenai bangunan peninggalan zaman Belanda

Harianjogja.com, KULONPROGO — Sejumlah bangunan dengan arsitektur khas kolonial ditemukan dengan cukup mudah di Dusun Sewu Galur, Desa Karangsewu, Kecamatan Galur, Kulonprogo. Wilayah tersebut tercatat pernah menjadi kompleks pabrik gula pada zaman penjajahan Belanda.

Advertisement

Berdasarkan informasi yang tercantum dalam ensiklopedia budaya Kulonprogo, Pabrik Gula Sewu Galur diketahui berdiri sejak 1881. Usaha tersebut berkembang dengan cukup baik. Beberapa fasilitas untuk mendukung kebutuhan operasional pabrik pun dibangun secara bertahap, seperti jalur kereta api, sekolah, hingga rumah-rumah dinas untuk pejabat dan pegawai.

Namun, krisis yang melanda dunia pada kisaran tahun 1931 hingga 1935 juga berpengaruh terhadap kegiatan operasional pabrik gula di Sewu Galur yang kemudian tidak sanggup lagi meneruskan usaha. Lalu lintas jalur kereta api yang dibangun otomatis menjadi sepi.

Dalam ensiklopedia budaya Kulonprogo, disebutkan banyak rel kereta api yang dibongkar pada masa pendudukan Jepang, khususnya sekitar tahun 1943-1944. Akibatnya, jalur kereta api jurusan Kota Jogja – Pundong dan Palbapang – Sewu Galur pun berakhir.

Advertisement

Kondisi tersebut semakin parah pada masa perang kemerdekaan II di tahun 1948-1949. Banyak pabrik gula di Jogja, termasuk Sewu Galur yang dihancurkan tentara Indonesia sebagai bagian dari taktik bumi hangus. Bangunan-bangunan pabrik yang kokoh diharapkan tidak djadikan markas tentara Belanda.

Beberapa rumah dinas yang dibangun sekitar tahun 1918 masih bisa dilihat masyarakat hingga saat ini. Bangunan kuno itu memiliki desain arsitektur khas kolonial, seperti facade yang simetris, dinding tebal dan kokoh, ukuran pintu dan jendela yang besar, hingga soal ketinggian plafon. Bagian rumah umumnya terdiri dari ruang induk, kamar pembantu, kamar mandi, dan paviliun belakang. Namun, beberapa diantaranya sempat mengalami kerusakan akibat gempa 2006 lalu sehingga telah mengalami renovasi.

Salah satu warga Dusun Sewugalur, Sunarti mengaku merasa nyaman meski tinggal di bangunan lama peninggalan Belanda. Menurut dia, sisa-sisa reruntuhan kompleks pabrik gula sudah banyak yang hilang karena pembangunan rumah-rumah baru. Namun, ada pula bekas rumah dinas yang masih layak dipakai dan tetap dilestarikan sebagai cagar budaya.

Advertisement

“Saya kurang tahu sejarahnya tapi ini dulu rumah Londo [orang Belanda],” kata Sunarti, Kamis (23/6/2016) kemarin.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif