Soloraya
Minggu, 26 Juni 2016 - 22:55 WIB

RAMADAN 2016 : Remang-Remang Kirab Seribu Tumpeng di Malam Selikuran Keraton Solo

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Abdi dalem Keraton Solo membawa tumpeng saat mengikuti Kirab Seribu Tumpeng di sekitar kompleks Keraton Solo, Minggu (26/6/2016) malam. Selain abdi dalem yang membawa seribuan tumpeng, Kirab dimeriahkan dengan rombongan prajurit yang menabuh drum dan membawa senjata. (Irawan Sapto Adhi/JIBI/Solopos)

Ramadan 2016 di Keraton Solo kembali diwarnai ritual tahunan, kirab seribu tumpeng di malam selikuran.

Solopos.com, SOLO — Seluruh prajurit Keraton Solo berkumpul di jalan depan Kori Kamandungan, Keraton Solo, Selasa (26/6/2016) mulai pukul 20.00 WIB. Setelah menata diri dengan membentuk barisan, ratusan prajurit tersebut mulai berjalan beriringan ke arah timur untuk mulai mengitari kompleks Keraton atau Kelurahan Baluwarti, Pasar Kliwon, Solo.

Advertisement

Di belakang barisan prajurit, rombongan Sentono ikut berjalan. Para Sentono yang kompak mengenakan beskap warga putih yang dipadupadankan dengan bawahan kain jarik tersebut berjalan beriringan dengan para abdi dalem yang mengenakan beskap hitam. Setelah mengitari kawasan Baluwarti, mereka lantas keluar melewati supit urang menuju Masjid Agung.

Rombongan prajurit, Sentono, dan abdi dalem Keraton Solo bersama-sama tengah melaksanakan Kirab Seribu Tumpeng dalam rangka memperingati malam selikuran atau malam 21 Ramadan. Barisan abdi dalem yang berada di rombongan paling belakang membawa belasan kotak berisi 1.000 tumpeng kecil serta belasan ting untuk menerangi jalan.

Rombongan Kirab Seribu Tumpeng membutuhkan waktu sekitar 50 menit untuk berjalan dari depan Kori Kamandungan Keraton, mengitari kompleks Keraton, hingga sampai di Serambi Masjid Agung. Sesampainya di Serambi Masjid Agung, peserta kirab menata nasi tumpeng dan berdoa bersama.

Advertisement

Setelah pembacaan sejarah kirab oleh pihak Keraton, nasi tumpeng berukuran kecil yang berisi nasi gurih, satu cabai, dua telur puyuh, sebuah potongan mentimun, dan kedelai hitam tersebut mulai dibagikan kepada ratusan orang yang hadir di Serambi Masjid Agung. Peserta kirab tidak mau kalah untuk ikut serta berebut nasi tumpeng.

Wakil Pangageng Sasana Wilapa Keraton Solo, K.P. Winarno Kusumo, mengatakan pembagian tumpeng untuk menyambut malam selikuran sudah menjadi tradisi Keraton yang digelar sejak masa kerajaan Demak, termasuk dilakukan oleh para wali. Tradisi tersebut, menurut dia, digelar untuk menyambut kedatangan malam lailatul qadar atau malam seribu bulan.

“Jumlah seribu tumpeng yang dikirab menggambarkan limpahan pahala setara seribu bulan bagi umat Islam yang beribadah pada malam ganjil pada sepuluh hari terakhir Ramadan. Tumpeng berisi nasi berwarna putih menandakan kesucian seperti manusia yang baru lahir, yakni penuh kebaikan,” kata Winarno kepada Espos di sela-sela Kirab, Minggu malam.

Advertisement

Winarno menjelaskan Kirab nasi tumpeng juga sebagai bentuk kepedulian manunggaling kawula gusti sekaligus untuk menjadi sarana hiburan yang disajikan Keraton Solo untuk masyarakat.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif