News
Sabtu, 25 Juni 2016 - 21:15 WIB

REFERENDUM INGGRIS : Eks Wali Kota London Ini Diprediksi Gantikan David Cameron

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Boris Johnson (Thetimes.co.uk)

Referendum Inggris oleh Brexit menunjukkan sebagian warga Inggris menginginkan keluar dari Uni Eropa.

Solopos.com, LONDON – Perdana Menteri Inggris David Cameron mengumumkan mundur beberapa jam setelah hasil referendum Brexit diumumkan. Kini rival terdekatnya, baik dalam referendum Brexit maupun dalam Partai Konservatif, diprediksi kuat menjadi penggantinya.

Advertisement

Boris Johnson, mantan Wali Kota London juga bekas teman sekelas Cameron di Eton School, dikenal kritis selama kampanye kubu ‘Leave’ yang ingin Inggris keluar Uni Eropa. Dalam referendum yang digelar 23 Juni, kubu ‘Leave’ meraup 51,9 persen dukungan sedangkan kubu ‘Remain’ hanya 48,1 persen.

Meskipun satu partai, Cameron dan Johnson berbeda kubu dalam referendum Brexit. Seperti dilansir detikcom dari Reuters, Sabtu (25/6/2016), dengan Cameron mengumumkan akan mundur, Johnson kini menjadi kandidat terkuat untuk menggantikannya. Ditambah posisi partai yang kini didominasi aliran sayap kanan, calon ketua yang baru sangat dimungkinkan dari kelompok euroskeptis dan Johnson berada di barisan depan.

Namun perjuangan Johnson dipenuhi tantangan. Pertama-tama, dia harus bisa meyakinkan anggota parlemen Inggris dari Partai Konservatif untuk mendukungnya dan membujuk anggota partai lainnya yang sebagian besar beraliran euroskeptis atau tidak mendukung Uni Eropa, yang bisa saja menekan Johnson untuk mengubah posisi demi meraup dukungan mereka.

Advertisement

Hasil referendum Brexit, seperti dilansir AFP, menyebut 52 persen anggota Partai Konservatif mendukung Inggris keluar Uni Eropa, sedangkan yang ingin Inggris tetap bergabung hanya 42 persen. Posisi ini bertentangan dengan pandangan Cameron, pemimpin partai, yang mendukung Inggris tetap bergabung.

Bagi Cameron, titik balik muncul pada Februari lalu, saat Johnson yang berpengaruh dalam tubuh Partai Konservatif yang berkuasa, menyerukan dukungan untuk kubu ‘Leave’. Saat itu beberapa sumber menyebut, langkah itu dilakukan Johnson demi mendongkrak kesempatannya menggantikan Cameron.

Cameron sendiri menyerah pada suara euroskeptis dalam tubuh partainya pada awal tahun 2013, dengan menempatkan nasib keanggotaan Inggris di Uni Eropa di tangan publik. Hal itu sebenarnya menjadi upaya Cameron untuk menekan desakan kalangan euroskeptis pada pemerintahannya.

Advertisement

Awalnya, Cameron berpikir dirinya bisa membujuk Johnson untuk bergabung dengannya. Seorang teman dan mantan kolega Johnson menyebut, mantan Wali Kota London itu bahkan dijamin menduduki posisi dalam kabinet Cameron jika dia bersedia berkampanye bersama Cameron untuk kubu ‘Remain’.

Namun ternyata, Johnson yang populer di kalangan pemilih konservatif ini malah mendukung kubu ‘Leave’ yang jelas bertentangan dengan Cameron. “Dia (Johnson) menjadi semacam aset untuk kampanye itu (kubu ‘Leave’), dia membuat kubu itu optimis, energik dan positif,” tutur rekan Johson itu kepada Reuters.

Beberapa ajudan Cameron meyakini, kubu ‘Remain’ akan menang mudah jika mendapat dukungan Johnson. Johnson sendiri memanfaatkan posisinya sebagai Wali Kota London periode 2008-2016 untuk meningkatkan popularitasnya di luar kalangan Partai Konservatif, dengan mendukung hak kaum LGBT dan para imigran. Namun dukungan untuk imigran seolah ditinggalkannya saat mendukung kubu ‘Leave’ demi kursi PM Inggris.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif