Kolom
Rabu, 22 Juni 2016 - 05:30 WIB

MIMBAR MAHASISWA : Memperlakukan Sungai ala Jerman

Redaksi Solopos.com  /  Evi Handayani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sri Hartanti (Istimewa)

Mimbar mahasiswa edisi Selasa (21/6/2016), ditulis Sri Hartanti. Penulis adalah mahasiswi Pendidikan Bahasa Jerman Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).

Solopos.com, SOLO — Kontras budaya antarnegara sangatlah kentara, apalagi kontras budaya negara Timur dengan negara-negara di Eropa, salah satunya Jerman. Menimba ilmu di Jurusan Pendidikan Bahasa Jerman merupakan gerbang untuk mengetahui banyak hal tentang budaya dan keadaan geografi Jerman.

Advertisement

Kontrastive Kultur Kunde atau disingkat KK merupakan mata kuliah yang sangat menarik. Mata kuliah ini mempelajari lebih dalam tentang  Jerman dan Indonesia. Dari mata kuliah ini kita belajar memahami mindset.

Budaya Indonesia dan Jerman sangat berbeda. Perbedaan itu didasari jarak Indonesia-Jerman yang beribu-ribu kilometer jauhnya. Menghindari culture shock adalah salah satu alasan penyelenggaraan mata kuliah Kontrastive Kultur Kunde.

Banyak materi kuliah yang menarik, seperti esskultur (budaya makan), ausbildungsystem (sistem pendidikan), wohnung (rumah), dan verkehrsystem (sistem lalu lintas). Yang paling berkesan dan dapat menjadi contoh bagi Indonesia adalah materi flusse und kanale.

Advertisement

Flusse berarti sungai dan kanale berarti kanal atau terusan. Jerman memiliki lima sungai besar, yaitu Elbe, Oder, Weser, Rhein, dan Donau. Sungai-sungai tersebut menghiasi Jerman dan melintasi negara-negara tetangga seperti Polandia, Ceko, dan Belanda.

Sungai dan anak sungai di Jerman cukup banyak, namun untuk menghubungkan antarnegara bagian melalui jalur pelayaran masih sulit. Alasan tersebut yang menghasilkan ide membuat kanal di Jerman.

Kanal adalah saluran air buatan manusia yang dapat dilalui kapal di permukaan air. Fungsi kanal sebagai jalur transportasi untuk pengangkutan barang maupun orang, saluran air pencegah banjir, penyediaan air minum, irigasi, penyedia energi (pembangkit listrik tenaga air), rekreasi, dan memenuhi kebutuhan pangan dengan pembiakan ikan.

Fungsi-fungsi tersebut juga berlaku untuk sungai. Sungai-sungai di Jerman bersih dan indah. Video-video yang diputar saat kuliah KK membuat para mahasiswa terlena, seakan-akan sedang menyusuri sungai-sungai di Jerman.

Advertisement

Di Jerman juga terdapat kisah legenda terkait sungai. Legenda Loreley merupakan kisah tentang tebing di pinggir sungai Rhein. Pada zaman dahulu kala diceritakan setiap nelayan yang melintasi tempat ini akan menabrak tebing tersebut karena mereka melihat seorang gadis cantik yang sedang menyisir rambut emasnya dan menyanyikan sebuah lagu di atas tebing.

Pelintas sungai itu terpesona dengan kecantikan dan suaranya maka para nelayan tersebut tanpa kesadaran diri menabrak karang. Disebut legenda Loreley karena tebing yang ditabrak para nelayan yang tampak seperti gadis cantik tersebut bernama Loreley.

Sejak 2002, United Nastions Educational and Scientific Cultural Organization (UNESCO) menetapkan tebing Loreley sebagai warisan dunia dengan keindahan alam dan kekayaan kulturalnya. Masih ada lagi keeksotisan sungai di Jerman, salah satu contohnya adalah pemandangan di Sungai Neckar.

Anak Sungai Rhein ini menyuguhkan fantasi perpaduan pesona Istana Heidelberg, jembatan tua, dan Sungai Neckar. ”Hatiku tertinggal di Heidelberg” adalah ungkapan yang akan tercetus ketika kita sampai di Heidelberg.

Advertisement

Heidelberg merupakan kota tua di pinggir Sungai Neckar. Kota cantik dan anggun membuat orang-orang yang datang berkunjung ingin kembali dan kembali lagi. Tambah terpesonalah para mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Jerman dengan cerita-cerita yang disuguhkan dosen.

Saya begitu takjub dengan fungsi sungai dan kanal di Jerman. Saya tidak hanya berpaku pada fungsinya. Pelestarian sungai di Jerman patut diapresiasi. Pelestarian lingkungan hidup menjadi tujuan negara Jerman sejak 1994 dan tercantum dalam Konstitusi Jerman.

Hal ini dapat menjadi panduan bagi para mahasiswa yang mempelajati budaya Jerman untuk menularkan semangat menjaga dan melestarikan sungai-sungai di Indonesia. Belajar dari Jerman bisa menjadi harapan baru untuk menata kebersihan aliran air di berbagai tempat di Indonesia.

Baru-baru ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai mengembalikan fungsi sungai di Jakarta. Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) berperan besar dalam merealisasaikan ide ini. Berita tersebut kabar bahagia bagi masyarakat Indonesia.

Advertisement

Sungai yang dibersihkan dari sampah, sungai yang bebas dari pemukiman kumuh, serta sungai yang dipasangi tanggul menjadi wajah baru Jakarta. Sungai-sungai besar di Indonesia sangat banyak, seperti Sungai Kapuas di Kalimantan Barat, Sungai Mahakam di Kalimantan Timur, Sungai Musi di Sumatra Selatan, Sungai Batang Hari di Sumatra Barat, Bengawan Solo di wilayah Jawa Tengah hingga Jawa Timur, Sungai Memberamo di Papua, dan masih banyak lagi.

Sungai-sungai di Indonesia tentu tak kalah indah ddengan sungai-sungai di Jerman. Di Kalimantan dan beberapa daerah sungai juga bermanfaat sebagai sarana lalu lintas, sama seperti di Jerman. Sungai di Indonesia sangat berperan dalam kehidupan masyarakat kita, tapi juga dapat menjadi sumber banjir.

Sampah yang menyumbat aliran sungai adalah penyebab banjir tersebut. Di Solo kita tidak hanya melihat sampah yang menggunung di sungai, namun kita juga melihat sungai pelangi. Beberapa sungai di Solo berubah warna menjadi merah, biru, hijau.

Itu akibat pencemaran sungai yang disebabkan limbah pabrik. Banyak peneliti menyatakan sungai-sungai di Solo tercemar bahan-bahan kimia. Pemerintahan Kota Solo telah memberlakukan Peraturan Daerah (Perda) No. 3/1999. Perda ini antara lain mengatur pengelolaan limbah cair.

Hal yang diatur yang meliputi penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pengawasan, dan pengendalian limbah cair beserta usaha penyedotan, pengangkutan, dan pembuangan lumpur tinja. Jerman juga tidak terhindar dari banjir. [Baca selanjutnya: Menjaga dan Merawat]Menjaga dan Merawat

Pada Senin, 30 Mei 2016,  di Berlin terjadi musibah banjir bandang. Banjir ini disebabkan intensitas hujan yang sangat tinggi pada Minggu sore dan mengakibatkan tanggul di Braunsbach jebol. Bencana ini menewaskan beberapa warga.

Advertisement

Di Jerman, banjir bukan karena ulah manusia, namun kondisi alam dan geografis yang menyebabkan banjir. Sungai yang tercemar, bahkan beracun, juga pernah terjadi di Jerman. Pakar biologi Veit Hennig dari Universitas Hamburg menyatakan pada 1988 ditemukan banyak racun seperti nitrogen, fosfor, air raksa, dan campuran kimia pentaklorofenol di Sungai Elbe.

Hal tersebut diatasi dengan cara menutup banyak pabrik di wilayah bekas Jerman Timur, pemurnian air limbah melalui kanal yang menerus, serta peraturan pelestarian lingkungan yang ketat. Peraturan lingkungan itu berupa Undang-undang Manajemen Air Federal (1986) yang menjadi landasan kegiatan pengendalian pencemaran air.

The Waste Water Changers Art merupakan undang-undang pengenaan denda terhadap air limbah. Peraturan ini diberlakukan secara ketat serta dipatuhi dengan baik oleh masyarakat di Jerman. Manfaat sungai memang sangat besar, tapi terkadang kita lupa menjaga dan melestarikannya hingga membuat manfaat tersebut tertutupi.

Kadang kala sungai menjadi tempat yang dihindari karena berbau busuk dan kotor. Pemerintah dan warga Jerman menjaga sungai sebaik mungkin, meski sempat beberapa kali mengalami musibah banjir dan pencemaran air. Sudah saatnya kita menjadi warga negara Indonesia yang mencintai alam.

Kita tidak jangan lagi membuang sampah di aliran sungai karena kita tahu hal tersebut akan menyebabkan banjir. Mari belajar dari kebudayaan Jerman dalam menjaga lingkungan dan alam terutama sungai.

Jakarta sudah memulainya. Giliran kita untuk merancang bahkan melanjutkan iktikad baik melestarikan sungai, terutama di kawasan Soloraya. Melalui kontras budaya kita bisa mengetahui perbedaan.

Dari perbedaan budaya Jerman dengan Indonesia tersebut kita tidak perlu mengeluhkan jarak yang jauh dan perbedaan mendasar lainnya karena yang kita pelajari bukan perbedaan tapi nilai-nilai yang baik dari budaya tersebut.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif