Soloraya
Rabu, 22 Juni 2016 - 17:15 WIB

BENCANA SOLO : Kelurahan Tangguh Bencana Dimatangkan

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Siaga Bencana Berbasis Masyarakat (Sibat) Semanggi membentuk Pos Dapur Umum di salah satu warga di RW 005 Semanggi, Pasar Kliwon, Solo, Minggu (19/6/2016) pagi. (Irawan Sapto A/JIBI/Solopos)

Bencana Solo, Pemkot segera membentuk kelurahan tangguh bencana.

Solopos.com, SOLO–Pembentukan kelurahan tangguh bencana semakin dimatangkan Pemerintah Kota (Pemkot) Solo. Ditargetkan 12 Kelurahan tangguh bencana terbentuk di Kota Bengawan hingga 2021 mendatang,

Advertisement

Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) Badan Penanggulangan Bencana BPBD Solo, Gatot Sutanto mengatakan bencana banjir yang terus mengancam Kota Solo memaksa Pemkot segera merealisasikan kelurahan tangguh bencana. “Paling tidak kelurahan yang berada dibantaran Sungai Bengawan Solo sudah terbentuk sebagai kelurahan tangguh bencana,” katanya ketika dijumpai di ruang kerjanya, Rabu (22/6/2016).

Gatot mengatakan kelurahan tangguh bencana merupakan program nasional dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam rangka mewujudkan Indonesia Tangguh. Program ini merupakan wujud tanggung jawab pemerintah terhadap masyarakat dalam hal penanggulangan bencana. Ia memandang pembentukan kelurahan mendesak direalisasikan. Program tersebut dinilai mampu mengurangi risiko atau bahkan bisa menanggulangi bencana.

“Masyarakat merupakan penerima dampak langsung dari bencana, dan sekaligus sebagai pelaku pertama dan langsung yang akan merespons bencana disekitarnya. Maka masyarakat perlu dibekali dalam konteks pemberdayaan bukan hanya siap menghadapi bencana tapi menjadi agar menjadi tangguh,” tuturnya.

Advertisement

Gatot mencontohkan seperti pembentukan Siaga Bencana Berbasis Masyarakat (Sibat) bentukan Palang Merah Indonesia (PMI) di Kelurahan Sewu, Semanggi, dan Sangkrah. Pembentukan Sibat mampu merespons positif saat bencana banjir menerjang wilayah tersebut. Seperti halnya Sibat Sewu sudah bergerak menanam tanaman di tanggul bantaran yang direkomendasi. “Tanaman di bantaran ini mampu mengurangi bahaya banjir.”

Gatot mengutarakan selama ini yang menjadi kendala dalam mewujudkan program kelurahan tangguh bencana, yakni persoalan anggaran. Selain anggaran persoalan lain, dinilai lebih penting adalah bagaimana merubah mainset masyarakat dalam menghadapi bencana. Selama ini pelatihan tanggap bencana kepada masyarakat di daerah rawan bencana banjir sangat minim.

“Untuk merubah perilaku masyarakat agar tanggap bencana ini butuh waktu yang cukup lama. Masyarakat juga harus diberi pemahaman tentang pengelolaan sampah agar tidak menyebabkan banjir, baik dengan komposter maupun pelatihan lainya secara bertahap,” katanya.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif