Kolom
Selasa, 21 Juni 2016 - 05:30 WIB

GAGASAN : Pulung itu Modal Kreatif

Redaksi Solopos.com  /  Evi Handayani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Dhanu Priyo Prabowo (Istimewa)

Gagasan Solopos, Senin (20/6/2016), ditulis Dhanu Priyo Prabowo. Penulis adalah alumnus Jurusan Sastra Jawa Universitas Sebelas Maret Peneliti Utama Bidang Sastra Balai Bahasa DIY.

Solopos.com, SOLO — Kata pulung dalam buku Baoesastra Djawa (1938:501) susunan W.J.S. Poerwadarminta jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia maksudnya adalah wahyu atau bintang yang jatuh pada seseorang yang terpilih dan akan memperoleh pangkat (kebahagiaan).

Advertisement

Kata tersebut perlu diungkapkan lebih dahulu di sini supaya mungkin dapat menjawab persoalan yang diajukan Keliek S.W. melalui esainya yang berjudul Ke Mana Perginya Pulung Sastra Jawa? yang dimuat Solopos edisi 8 Juni 2016 lalu.

Esai Keliek itu mendapat tanggapan dari Bandung Mawardi melalui esai berjudul Ihwal Pulung Itu Berlebihan dan Ilusif (Solopos, 13 Juni 2016) dan dari Bonari Nabonenar dengan esai berjudul Pulung Sastra Jawa Sedang Mengudara (Solopos, 15 Juni 2016).

Setelah mencoba memahami kata pulung itu kemudian timbul pertanyaan: apakah pulung iku akan jatuh dua kali di tempat yang sama? Jika ini dianalogikan dengan Solo atau Soloraya, akankah tempat ini menjadi kuncara (terkenal) kembali sebagai pusat kesusastraan Jawa?

Advertisement

Tempat itu pada masa lalu menjadi papan lahirnya karya-karya monumental sastra Jawa, baik pada zaman ketika Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Pura Mangkunegaran masih jaya maupun pada era setelah itu (1945-1970-an). Solo dan wilayah sekitarnya (Soloraya) memang pernah mengalami zaman ”keemasan” sastra Jawa pada waktu tersebut.

Zaman keemasan itu semakin meredup setelah beberapa media massa berbahasa Jawa dan tokoh-tokoh pejuang sastra Jawa tidak lagi berkiprah karena pasif, hijrah ke kota lain, atau meninggal dunia. Itu semua karena siklus alam dan zaman yang memang menghendaki berbeda. Tidak perlu disesali.

Oleh karena itu, jika sekarang Soloraya rindu pada pulung yang sama seperti pada zaman dahulu, sebaiknya hal itu perlu dimaknai lebih mendalam supaya pulung itu menjadi modal kreatif dalam menyusuri perjalanan waktu sejarah sastra Jawa.

Bukan suatu kerinduan yang membuat ngenes, tetapi kerinduan yang menorehkan hasil nyata bagi kehidupan sastra Jawa pada masa kini dan nanti di Soloraya.

Advertisement

Jika sekarang daerah lain di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Timur bergiat dan berkarya nyata untuk sastra Jawa, itu adalah suatu hal sangat positif. Energi positif yang pernah dimiliki Soloraya telah ”diambil alih” oleh dua wilayah tersebut.

Semua terjadi karena selama berpuluh tahun lamanya, Soloraya yang inspiratif telah meredup. Di tengah-tengah suasana itu, bagaimana pun juga, para pegiat sastra dan budaya di Soloraya tetap memberikan sumbangan pikiran dan dukungan yang positif bagi sastra Jawa. [Baca selanjutnya: Termarginalkan]Termarginalkan

Buktinya, pada 2001, di Taman Budaya Surakarta (TBS) atau Taman Budaya Jawa Tengah di Solo diselenggarakan Kongres Sastra Jawa (KSJ) I. Dengan didukung finansial dari beberapa tokoh, seperti Arswendo Atmowiloto, W.S. Rendra, dan lainnya, Solo telah menunjukkan peran yang sangat penting terhadap gerak sastra Jawa.

KSJ I menjadi tonggak bagi gerakan para pengarang sastra Jawa melawan ”ketidakadilan” Kongres Bahasa Jawa (KBJ) yang sudah berlangsung berkali-kali tetapi kurang memedulikan sastra Jawa secara realistis.

Advertisement

Para sastrawan Jawa dari berbagai wilayah di Tanah Jawa berkumpul dan membuat keputusan berkaitan dengan nasib sastra Jawa yang termarginalkan oleh KBJ. Salah satu keputusan KSJ I adalah berusaha secara konkret menerbitkan buku-buku sastra Jawa.

Hasil nyata dari keputusan itu baru terwujud setelah KSJ III pada 2011 di Bojonegoro, tetapi apa yang disuarakan para sastrawan Jawa di Solo 10 tahun sebelumnya itu sudah terealisasi dengan terbitnya beberapa  judul buku.

Melihat fakta sejarah tersebut, rasanya merindukan hadirnya pulung sastra Jawa yang kedua di Solo atau Soloraya adalah suatu kemungkinan yang sulit terwujud.

Apakah tidak lebih baik jika sekarang para pegiat dan sastrawan Jawa yang masih berempati terhadap sastra Jawa bangkit menghadirkan kembali Soloraya sebagai wilayah kreatif?

Advertisement

Saya percaya, sebelum tulisan seperti ini hadir di sini, para pegiat sastra Jawa, para sastrawan Jawa, dan stakeholders bahasa dan sastra Jawa terus berkiprah tanpa banyak berkoar-koar.

Artinya, dengan segala kondisi dan kesederhanaan yang ada, misalnya pribadi dan lembaga-lembaga terkait seperti TBS, Bilik Literasi yang dimotori Bandung Mawardi, Harian Solopos, dan ssebagainya senantiasa memberikan ruang kreatif bagi sastra dan sastrawan Jawa.

Khusus Solopos, setiap Kamis selalu memberikan satu halaman (sebelumnya empat halaman kemudian berkurang menjadi dua halaman dan kini tinggal satu halaman) untuk menampilkan karya kreatif crita cekak, geguritan, dan kadang-kadang esai berbahasa Jawa.

Karya-karya yang dimuat di harian ini relarif lebih bagus dibandingkan cengan karya sejenis di media (berbahasa Jawa) lainnya yang masih terbit.

Bukan memuji, tetapi secara nyata kesimpulan itu saya paparkan di sini setelah selama lebih dari tiga tahun saya mengikuti dan membaca karya sastra Jawa di Solopos. Dalam catatan saya, rubrik itu telah berkontribusi secara kreatif bagi sastra Jawa di Soloraya (dan lainnya).

Pulung yang dirindukan Keliek S.W. sudah diterjemahkan oleh harian itu dengan cara yang rendah hati melalui rubrik Jagad Jawa. Tentu saja, harapan seluruh pendukung sastra dan budaya Jawa rubrik itu jangan sampai ”dihilangkan” dari Solopos.

Advertisement

Jika sekarang kreativitas penulisan sastra Jawa tidak lagi bergemuruh di Soloraya dan telah berpindah ke tempat lain, itu tidak perlu digetuni.

Modal kreatif yang diberikan oleh beberapa pihak dan masih berlangsung sampai saat ini di Soloraya patut disyukuri. Yang jelas, pulung adalah modal kreatif, bukan sebuah mitos, apalagi mistis!

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif