Kolom
Minggu, 19 Juni 2016 - 10:00 WIB

KOLOM : Peluang Pembalap Indonesia Unjuk Potensi

Redaksi Solopos.com  /  Evi Handayani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Suharsih (Istimewa)

Kolom edisi Sabtu (18/6/2016), ditulis jurnalis Solopos yang menyukai balap motor, Suharsih.

Solopos.com, SOLO — Galang Hendra Pratama dan Imanuel Putra Pratna bisa dikatakan beruntung. Dua pembalap muda Indonesia itu bersama tiga pembalap muda lainnya dari Jepang, Thailand, dan Malaysia, terpilih mengikuti Master Camp 2016 di Italia.

Advertisement

Master Camp 2016 merupakan program pelatihan untuk pembalap muda yang diselenggarakan Yamaha Motor Company (YMC) bekerja sama dengan VR46 Riders Academy, sekolah balap yang didirikan pembalap Moto GP, Valentino Rossi, di kampung halamannya, Tavullia, Italia, pada 2014.

Selama kurang lebih sepekan, 4-8 Juli mendatang, Galang, Imanuel, dan tiga pembalap muda Asia itu akan bergabung dengan 11 anggota VR46 Riders Academy dan berlatih bersama Valentino Rossi di ranch milik The Doctor, julukan Rossi, dan Sirkuit Misano, Italia.

Kelimanya akan mengikuti program pelatihan yang sama dengan anggota VR46 Riders Academy. “Berat memang, tapi saya yakin kami akan bersenang-senang,” kata Rossi dalam pernyataan kepada pers mengenai program tersebut.

Advertisement

VR46 Riders Academy didirikan dengan tujuan utama membantu talenta muda mencapai hasil terbaik di arena balap motor. Saat ini akademi itu menaungi 11 pembalap muda Italia. Delapan dari 11 pembalap itu saat ini berlaga di kejuaraan dunia, yakni lima pembalap di kelas Moto3 (Romano Fenati, Nicolo Bulega, Andrea Migno, Niccolo Antonelli, dan Francesco “Pecco” Bagnaia) dan tiga pembalap di kelas Moto2 (Franco Morbidelli, Lorenzo Baldasari, Luca Marini).

Tiga pembalap muda lainnya (Marco Bezzecchi, Dennis Foggia, Celestino Vietti Ramus) berlaga di Junior World Championship dan Italian Championship. Rentang usia anggota VR46 Riders Academy itu beragam, dari yang termuda 14 tahun dan yang tertua 21 tahun.

Biasanya mereka berlatih di ranch pada Sabtu. Mereka juga sering berlatih menggunakan Yamaha R6 di Sirkuit Misano, salah satu dari dua sirkuit penyelenggara Moto GP di Italia. Di akademi itu, para talenta muda mempelajari apa yang disebut Albi Tebaldi, CEO VR46 sekaligus sahabat dekat Rossi, sebagai Valentino Method atau metode balap Valentino Rossi.

Dengan pengalaman selama 20 tahun sebagai pembalap dan sembilan gelar juara dunia, Valentino Rossi merupakan sumber ilmu bagi para rider muda. Metode pelatihan yang diterapkan pembalap berusia 37 tahun itu penuh atmosfer kompetisi dan tantangan yang tinggi.

Advertisement

Para murid itu berlatih sambil berusaha saling mengalahkan di lintasan dirt track. Tak jarang Rossi mengadakan lomba balap ketahanan (endurance) di ranch tersebut dengan mengundang para pembalap senior maupun junior untuk bertanding bersamanya dan para anggota akademi.

Rossi juga tak banyak berteori dalam mendidik para anggota akademi balapnya. Para murid cukup melihat apa yang dia lakukan dan mempelajari teknik balapnya. Dia juga dikenal tak pelit ilmu. “Valentino tidak memberi nasihat, dia memberi contoh. Kamu berlatih bersamanya, mengamati dia, dan kamu akan mengerti apa yang harus kamu lakukan,” ungkap salah satu anggota VR46 Riders Academy, Nicolo Bulega, seperti dikutip cycleworld.com, Maret lalu.

Bulega yang berusia 16 tahun saat ini menjalani debut di kelas Moto3 setelah menjuarai Moto3 Junior World Championship (CEV) pada 2015. Bagi dua pembalap muda Indonesia yang terpilih mengikuti Master Camp 2016, Galang Hendra dan Imanuel Putra, ini akan menjadi kesempatan terbaik, bahkan mungkin kesempatan sekali seumur hidup, untuk menimba ilmu langsung dari Valentino Rossi.

Mereka bisa belajar tidak hanya soal teknik balap tapi juga bagaimana menumbuhkan passion atau gairah balap. Mereka akan belajar bagaimana cara menang dan mempertahankan kondisi di tingkat paling tinggi.

Advertisement

Galang Hendra dan Imanuel harus memanfaatkan waktu lima hari itu dengan sebaik-baiknya, menimba ilmu dari the master, sebagai bekal mereka masuk ke kejuaraan dunia. Galang Hendra yang berasal dari Jogja berusia 17 tahun sedangkan Imanuel dari Jakarta berusia 19 tahun.

Mereka masih muda dan jalan mereka terbuka lebar untuk membawa nama Indonesia di kancah Moto GP. Saat ini mereka masih berjuang di ajang Asian Road Racing Championship (ARRC). Galang bersama tim Yamaha Racing Indonesia sedangkan Imanuel bersama tim Yamaha Tunggal Jaya.

Bukan tidak mungkin setelah belajar dari Valentino Rossi mereka bisa meningkatkan kemampuan balap mereka dan dilirik tim-tim balap kelas dunia. Akan menjadi sebuah kebanggaan bagi negeri ini jika ada pembalap muda Indonesia yang bisa tampil di kejuaraan dunia Moto GP, seperti halnya Rio Haryanto yang berhasil mengangkat nama Indonesia di arena Formula One (F1). [Baca selanjutnya: Kebanggaan Nasionalisme]Kebanggaan Nasionalisme

Para penggemar balap tentu masih ingat pada awal April lalu ketika lagu kebangsaan Malaysia, Negaraku, berkumandang saat perayaan di podium Moto GP Argentina. Saat itu, salah seorang pembalap muda Malaysia, Khairul Idham Pawi, tampil mengejutkan dan menjuarai kelas Moto3 di seri kedua Moto GP 2016 itu. Pawi menjadi pembalap pertama dari Malaysia yang berhasil memenangi kelas Moto3.

Advertisement

Kemenangan Pawi sedikit mengusik kebanggaan nasionalisme para penggemar balap di Indonesia. Ada perasaan cemburu ketika pembalap negeri tetangga bisa memenangi salah satu kelas di Moto GP sementara pembalap Indonesia belum bisa bicara banyak.

Banyak penggemar balap di Indonesia yang bertanya-tanya,”Kapan giliran lagu Indonesia Raya berkumandang di Moto GP?” Dibandingkan beberapa negara tetangga, prestasi Indonesia di balap motor kelas dunia memang tertinggal jauh.

Malaysia saat ini punya dua wakil di kelas Moto3, yakni Khairul Idham Pawi dan Adam Norrodin, serta satu wakil di kelas Moto2, Hafizh Syahrin. Penampilan ketiganya cukup diperhitungkan. Thailand juga punya wakil di Moto2, yaitu Ratthapark Wilairot.

Bagaimana dengan Indonesia? Pada 2008 lalu, ada Doni Tata Pradita yang berlaga selama satu musim penuh di kelas 250 cc (sekarang Moto2). Saa itu Doni membalap bersama tim Yamaha, namun prestasinya tak cukup bagus. Doni hanya mengantongi satu poin dari 17 balapan yang dijalani sepanjang musim itu dan duduk di peringkat ke-28 di klasemen akhir.

Pada 2013, Doni kembali berlaga di kelas Moto2 bersama tim Federal Oil Gresini Moto2. Ia tak sendiri. Pembalap muda Indonesia lainnya, Rafid Topan Sucipto, juga bergabung di kelas Moto2 dengan memperkuat tim QMMF Racing Team (Speed Up).

Sejak 2014 hingga sekarang tak ada pembalap Indonesia di arena Moto GP maupun dua kelas di bawahnya. Ini sebenarnya ironis karena Indonesia merupakan salah satu pasar sepeda motor terbesar di dunia. Jutaan orang menggunakan sepeda motor di Indonesia.

Advertisement

Apakah ketiadaan sirkuit berkelas internasional menjadi penyebab minimnya pembalap Indonesia yang bisa masuk Moto GP? Bisa jadi, meskipun banyak pula faktor lain seperti kurangnya daya dukung pemerintah maupun kalangan dunia usaha terhadap dunia balap dan bibit-bibit pembalap lokal.

Faktanya, beberapa negara tetangga yang memiliki wakil di Moto GP saat ini mempunyai sirkuit bertaraf internasional. Malaysia memiliki Sepang International Circuit yang sudah bertahun-tahun menjadi penyelenggara Moto GP, F1, maupun World Superbike.

Thailand juga baru saja meresmikan penggunaan Sirkuit Buriram yang masuk kategori Grade 1 FIA, layak untuk menggelar Moto GP maupun F1. Indonesia sebenarnya juga memiliki sirkuit, yakni Sirkuit Sentul, yang pernah menjadi penyelenggara balap motor kelas dunia sebelum era reformasi.

Valentino Rossi bahkan pernah membalap di Sentul saat masih berlaga di kelas 125cc dan memenangi balapan pada 1997. Tahun lalu, ada wacana untuk merenovasi Sirkuit Sentul dengan target menjadi tuan rumah Moto GP 2017.

Petinggi Dorna Sport selaku penyelenggara Moto GP, Carmelo Ezpelata, telah datang dan bertemu perwakilan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) dan Kementerian Pariwisata. Carmelo menyatakan oke untuk Indonesia sebagai tuan rumah Moto GP 2017 dengan syarat Sirkuit Sentul direnovasi agar memenuhi standar sebagai penyelenggara Moto GP.

Kendala datang dari pemerintah yang ternyata tak bisa mengucurkan dana untuk renovasi sirkuit tersebut karena status sirkuit itu adalah milik swasta. Renovasi Sirkuit Sentul membutuhkan dana kurang lebih Rp200 miliar. Hingga kini kepastian mengenai Sirkuit Sentul sebagai tuan rumah Moto GP 2017 belum diputuskan.

Belakangan malah muncul kabar Palembang juga siap membangun sirkuit bertaraf internasional. Entah di mana nanti Moto GP bakal digelar. Para penggemar balap motor sangat berharap Indonesia bisa menjadi tuan rumah balap motor bergengsi itu.

Perwujudan harapan itu akan semakin sempurna jika pada saat itu ada pembalap tuan rumah yang berlaga di Moto GP, meskipun itu hanya dengan status wild card. Suasananya tentu akan berbeda ketimbang menjadi penyelenggara balapan tanpa keterlibatan pembalap tuan rumah.

Pengalaman saya saat menonton langsung Moto GP di Sirkuit Sepang pada 2014 lalu, publik Malaysia begitu mengelu-elukan pembalap dari negeri mereka meskipun status mereka bukan unggulan. Saat itu ada enam pembalap lokal yang berlaga, baik yang berstatus pembalap penuh maupun wild card.

Ada Hafizh Syahrin dan Azlan Shah di kelas Moto2 serta Hafiq Azmi, Hafiza Rofa, Zulfahmi Khairuddin, dan Ramdan Rosli di kelas Moto3. Penonton memberi tepukan bergemuruh ketika nama-nama mereka disebut.

Moto GP Indonesia 2017, jika jadi terselenggara, akan menjadi ajang pembuktian bagi Galang Hendra, Imanuel Putra, dan para pembalap muda Indonesia lainnya bahwa mereka juga bisa bertaji di ajang balap dunia.

Pelatihan selama sepekan bersama Valentino Rossi yang disebut-sebut sebagai The Greatest of All Time akan menjadi bekal yang sangat berharga bagi Galang dan Imanuel. Mereka harus memanfaatkan waktu selama Master Camp 2016 itu dengan semaksimal mungkin untuk menyerap ilmu dari sang legenda hidup. Kalau bukan sekarang, kapan lagi?

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif