Soloraya
Rabu, 15 Juni 2016 - 20:40 WIB

RAPERDA MIRAS SRAGEN : MUI: Sragen Darurat Miras!

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi penolakan Raperda Miras (Dok/JIBI)

Raperda miras Sragen, MUI menilai Sragen sudah masuk kategori darurat miras.

Solopos.com, SRAGEN–Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sragen akan melaporkan sikap Pemkab Sragen yang disampaikan Wakil Bupati (Wabup) Sragen Dedy Endriyatno terkait rancangan peraturan daerah (raperda) tentang minuman keras (miras) dalam forum ulama. Sikap Pemkab yang mengarah kepada pengaturan miras itu tidak senapas dengan kehendak alim ulama Sragen yang menginginkan pelarangan.

Advertisement

MUI mengancam bakal mendatangi Kantor DPRD Sragen untuk menyampaikan aspirasi tentang pelarangan miras di Bumi Sukowati. Pernyataan itu disampaikan Sekretaris MUI Sragen, Muh. Fadlan, kepada Solopos.com, Rabu (15/6/2016). Dia menyampaikan sikap MUI yang tegas melarang miras karena merupakan barang haram. Fadlan, sapaan akrabnya, menyampaikan pelarangan miras itu bisa didasarkan pada kearifan lokal dan kebutuhan daerah.

“Sragen ini sudah darurat miras. Kondisi tersebut yang menjadi dasar dan alasan utama agar Pemkab dan DPRD menerbitkan perda pelarangan miras. Orang berjoget, bernyanyi, dan seterusnya kan bisa dilakukan tanpa miras agar lebih bermartabat. Selama ini ulama yang bertugas membina masyarakat tetapi dalam praktiknya selalu dicampuri peredaran miras dimana-mana,” ujar Fadlan.

Dia menilai sikap Pemkab yang mengarah kepada pengaturan miras itu seperti tidak menghargai sikap ulama. Dia akan menunggu sikap ulama untuk merespons sikap Pemkab Sragen. Dia menekankan pengaruh miras sudah menganggu sikap mental generasi muda masa harus dibiarkan.

Advertisement

Sementara itu, Wabup Dedy Endriyatno tidak mempermasalahkan sikap MUI yang melaporkan sikap Pemkab ke forum ulama. Dedy menghormati hak-hak ulama tetapi tetap berpijak pada aturan yang ada. Dedy menyampaikan Pemkab tidak bisa bersikap semaunya tetapi akan membuat usulan terbaik. Dedy menyatakan raperda miras itu nanti lebih pada pengaturan yang ketat dan menghormati aturan di atasnya.

“Harapan kami juga pelarangan total tetapi terbentur dengan aturan di atasnya. Saya kira ada beberapa hal yang diperhatikan, termasuk aturan perundang-undangan yang ada. Tidak mungkin aturan di bawah bertentangan dengan aturan di atasnya. Kalau bertentangan nanti dianggap perda bermasalah dan dibatalkan Menteri Dalam Negeri [Mendagri],” ujar Dedy.

Dedy menyebut ada 3.000-an perda yang dibatalkan Mendagri, salah satunya berkaitan dengan pelarangan miras. Dia menyatakan daripada Pemkab membuat perda pelarangan miras kemudian dibatalkan Mendagri lebih baik membuat perda dengan searif mungkin, memberlakukan pembatasan semaksimal mungkin, dan secara tidak langsung melarang miras.

Advertisement

Dia mengatakan kearifan lokal boleh dijadikan dasar untuk membuat perda tetapi tidak boleh bertentangan dengan aturan di atasnya. “Kami akan mengatur secara ketat kan secara tidak langsung juga melarangnya. Contohnya, miras pada kadar alkohol tertentu tidak boleh untuk makanan tetapu masih boleh untuk obat atau ritual,” tutur dia.

Ketua DPRD Sragen, Bambang Samekto, mengatakan perkembangan raperda miras belum apa-apa tetapi rencana pembahasan raperda miras itu masuk dalam progran legislasi daerah (prolegda). Dia berencana membahas raperda itu pada masa sidang II, sekitar Agustus-September 2016. Dia menargetkan pada akhir 2016, perda miras sudah ditetapkan.

“Para ulama boleh berpendapat tetapi aturan perundang-undangan bicara pengaturan. Secara agama, miras memang dilarang tetapi juga mentaati hukum yang ada. Kami akan memberi ruang kepada masyarakat untuk menyampaikan pendapat lewat forum dengar pendapat (public hearing). Pada forum itu, kami bisa berdialog dan berdiskusi dengan masyarakat. Sekarang kami tinggal menunggu dari Pemkab Sragen,” katanya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif