Jogja
Jumat, 10 Juni 2016 - 07:55 WIB

GELOMBANG TINGGI PANTAI SELATAN : Pedagang Jangan Salahkan Ombak Merusak Bangunan, Lalu?

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sejumlah nelayan sedang berusaha menyelamatkan kapal agar tidak terseret arus di Pantai Baron, Desa Kemadang, Tanjungsari. Akibat adanya gelombang tinggi berdampak terhadap kerusakan kapal dan tempat berjualan milik pedagang. Selasa (24/5/2016). (David Kurniawan/JIBI/Harian Jogja)

Gelombang tinggi Pantai Selatan menimbulkan sejumlah kerusakan.

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL – Gelombang tinggi Pantai Selatan bukan satu-satunya penyebab rusaknya sejumlah bangunan. Kelalaian manusia ikut berperan besar.

Advertisement

Camat Tanjungsari Witanto mengatakan banyak bagunan yang rusak di pinggir pantai bukan semata-mata karena faktor alam. Kerusakan juga disebabkan ulah manusia yang membangun berada di dekat pantai.

Di kawasan Tanjungsari sendiri memiliki banyak pantai mulai dari Baron, Kukup, Krakal, Drini, Sepanjang dan Watukodok. Adanya gelombang tinggi yang terjadi sejak Rabu (8/6/2016) membuat bangunan di sejumlah pantai tersebut mengalami kerusakan.

Advertisement

Di kawasan Tanjungsari sendiri memiliki banyak pantai mulai dari Baron, Kukup, Krakal, Drini, Sepanjang dan Watukodok. Adanya gelombang tinggi yang terjadi sejak Rabu (8/6/2016) membuat bangunan di sejumlah pantai tersebut mengalami kerusakan.

“Peristiwa kemarin memang tidak ada korban jiwa, tapi dari sisi bangunan banyak yang rusak mulai dari gazebo hingga lapak jualan milik pedagang,” ungkap Witanto.

Hal senada diungkapkan oleh pemilik warung makan di Pantai Ngandong, Rujimanto. Menurut dia, banyaknya bangunan yang rusak tidak hanya disebabkan oleh gelombang tinggi. Namun juga disebabkan karena letak bangunan yang terlalu dekat dengan pantai.

Advertisement

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Jadi Patokan
Sementara itu, Kepala Bidang Pengembangan Produk Wisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Gunungkidul Hary Sukomono mengatakan, upaya pendirian bangunan di kawasan pantai di atur dalam beberapa peraturan seperti Peraturan Pemerintah No26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Peraturan Daerah No.6/2011 tentang RTRW, Perda No.11/2012 tentang Bangunan dan Gedung. Dalam beberapa peraturan itu dijelaskan 100 meter dari posisi pasang tertinggi di wilayah pantai merupakan kawasan lindung. Daerah ini harus steril dari berbagai bangunan, kecuali bangunan yang mendukung aktivitas pariwisata.

Dia tidak menampik gazebo merupakan bangunan yang mendukung aktivitas pariwisata. Hanya saja, upaya dalam pembangunan tidak hanya mengacu dengan peraturan yang ada, karena harus tetap berpegang kepada estetika, karakteristik wilayah setempat. Selain itu, juga harus mempertimbangkan sisi keamanan dan keselamatan wisatawan.

“Saya yakin kalau mengindahkan beberapa faktor ini maka akan aman. Buktinya bangunan yang dibangun disbudpar di kawasan pantai lolos dari adanya kerusakan akibat gelombang tinggi,” kata Hary.

Advertisement

Disinggung mengenai kemungkinan adanya penertiban terhadap bangunan yang menyalahi aturan di kawasan pantai, ia menyerahkan sepenuhnya ke pimpinan. Jika diminta, ia pun siap melakukan penertiban itu. “Kalau kebijakan itu biar atasan saja yang memutuskan, karena saya hanya sebagai pelaksana,” imbuh dia.

Ketua DPRD Gunungkidul Suharno mengatakan, adanya musibah gelombang tinggi di kawasan Pantai Selatan harus di jadikan catatan, terutama menyangkut dengan jumlah kerugian yang diderita mulai dari kerusakan kapal, gazebo hingga lapak berjualan. Peristiwa ini menjadi perhatian sehingga wacana penataan pantai harus dilakukan lagi. tujuannya agar saat ada musibah yang sama, dampaknya bisa dikurangi.

“Saya juga meminta kesadaran warga untuk memperhatikan kaidah dan aturan yang berlaku dalam upaya mendirikan bangunan sehingga dampak adanya musibah bisa ditekan,” kata Suharno.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif