Kolom
Rabu, 8 Juni 2016 - 02:10 WIB

GAGASAN : Potensi Kopi dalam Ekonomi Indonesia

Redaksi Solopos.com  /  Evi Handayani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Anna Puji Lestari (Istimewa)

Gagasan Solopos, Selasa (7/6/2016), ditulis Anna Puji Lestari. Penulis adalah mahasiswa Pascasajarana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro, serta seorang penikmat kopi.

Solopos.com, SOLO — Kondisi ekonomi makro Indonesia dipengaruhi banyak faktor, di antaranya adalah perlambatan ekonomi Tiongkok dan Eropa serta penurunan harga komoditas yang masih terus berlanjut hingga saat ini.

Advertisement

Masih ada peluang bagi ekspor nonminyak dan gas (migas). Komoditas nonmigas bisa berupa hasil alam dan industri. Produk ekspor nonmigas Indonesia yang bisa dimaksimalkan adalah kopi. Tentu saja ekspor kopi dimaksudkan untuk meningkatkan devisa negara.

Kopi Indonesia diperdagangkan di bursa-bursa komoditas yang paling penting di London dan New York. Permintaan global terhadap kopi terus meningkat. Jika dirata-rata, 70% dari total produksi tahunan biji kopi Indonesia diekspor ke negara Amerika Serikat, Jepang, Afrika Selatan, dan Eropa Barat.

Kendala utama adalah konsumsi domestik kopi Indonesia yang terus meningkat berdampak pada menurunnya jumlah kopi yang bisa diekspor. Hal ini sangat disayangkan.

Advertisement

Semestinya meningkatnya konsumsi domestik merupakan kabar bagus dan tidak akan mengurangi ekspor kopi. Tentu permasalahan ini harus diselesaikan.

Intensifikasi lahan perkebunan kopi guna meningkatkan produktivitas petani harus dimanifestasikan. Rata-rata produktivitas tanaman kopi robusta sebanyak 741 kilogram biji kopi per hektare tiap tahun.

Sedangkan produktivitas kopi arabika 808 kilogram per hektare tiap tahun. Kopi arabika memiliki aroma yang kuat, sifat kekentalan ringan hingga sedang, dan tingkat keasaman tinggi.

Selain itu, kandungan kafein kopi arabika lebih rendah dibanding robusta, sekitar 0,8%-1,5%. Itulah yang membuat kopi arabika lebih mahal, dihargai lebih tinggi hampir dua kali lipat dibanding robusta.

Advertisement

Salah satu kopi arabika yang menjadi andalan Indonesia adalah kopi mandailing. Kopi mandailing memiliki cita rasa dan aroma yang kuat dibanding kopi arabika yang dihasilkan Amerika Selatan seperti Brasil.

Tidak ada satu daerah pun di dunia yang menanam kopi ini selain Indonesia, yakni di Mandailing Natal yang sebelumnya termasuk Kabupaten Tapanuli Selatan.

Kopi mandailing merupakan kopi spesial dari Indonesia yang memiliki potensi bagus. Indonesia bisa menjadi nomor satu pemasok kopi spesial karena di beberapa negara hanya punya satu jenis kopi spesial.

Jenis kopi spesial yang dimiliki Indonesia selain kopi mandailing adalah kopi gayo dan kopi toraja. Sebagian besar hasil produksi biji kopi Indonesia adalah varietas robusta yang berkualitas lebih rendah.

Advertisement

Kopi robusta memiliki harga jual murah karena berkualitas rendah. Hal ini disebabkan luas lahan perkebunan kopi robusta 933 hektare sedangkan luas lahan kopi arabika 307 hektare.

Luas lahan kopi robusta lebih besar daripada luas lahan kopi arabika. Selain itu, luas lahan total yang mencapai 1,24 juta hektare tersebut memiliki produktivitas yang masih rendah.

Produktivitas tanaman kopi robusta sebanyak 741 kilogram biji kopi per hektare tiap tahun sedangkan produktivitas kopi arabika 808 kilogram biji kopi per hektare tiap tahun.

Terlepas dari hal tersebut di atas, kopi arabika maupun robusta yang dihasilkan Indonesia memiliki cita rasa khas yang patut diunggulkan karena dihasilkan dari beberapa daerah yang memiliki karakteristik yang berbeda.

Advertisement

Kopi Indonesia memiliki cita rasa yang khas sehingga tentu saja konsumen kopi produksi Indonesia juga terus bertambah. Ekspor kopi Indonesia rata-rata sebanyak 530.000 ton.

Ekspor sebanyak itu terdiri atas biji kopi sebanyak 439.000 ton, kopi instan sebanyak 71.000 ton, ekstrak dan konsentrat kopi sebanyak 15.000 ton, dan kopi sangrai sebanyak 5.000 ton.

Artinya, 83% ekspor berupa biji kopi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor kopi selama semester I 2015 mencapai US$579 juta.

Kopi merupakan produk unggulan Indonesia, namun produktivitasnya masih rendah. Dampak dari rendahnya produktivitas ini adalah tidak maksimalnya ekspor kopi sehingga berakibat pada rendahnya penghasilan petani dan sedikitnya penerimaan devisa negara. [Baca selanjutnya: Solusi]Solusi

Tentu hal ini perlu diatasi. Solusi yang perlu dilakukan adalah menerapkan standar pertanian yang memenuhi mutu, yakni prapanen dan pascapanen.

Standar prapanen dengan cara menerapkan praktik perkebunan baik atau good agriculture practice (GAP). GAP meliputi bukan hanya menanam benih unggulan saja, tetapi pengairan harus harus baik dan pupuk harus optimal.

Advertisement

Teknik pascapanen untuk menerapkan standar mutu kopi meliputi pemetikan, penjemuran, dan penyimpanan kopi. Tanaman kopi mulai berbuah pada umur 2,5 tahun hingga tiga tahun untuk robusta dan tiga tahun hingga empat tahun tahun untuk arabika.

Buah kopi pertama biasanya hanya sedikit. Produktivitasnya mulai naik maksimal setelah berumur lima tahun ke atas. Tingkat kematangan buah kopi tidak terjadi secara serentak.

Proses pemanenan memerlukan waktu yang lama.  Sebaiknya para petani hanya memetik buah yang berwarna merah penuh atau telah matang sempurna, telah memiliki aroma dan cita rasa sangat mantap.

Keadaan buah seperti ini merupakan kondisi paling baik untuk dipetik. Penjemuran kopi perlu dilakukan di tempat yang sanitasinya baik sehingga tidak terkontaminasi bakteri.

Kemudian dilakukan pengeringan lanjutan dengan menggunakan mesin pengering. Perlu juga mengganti alat pengupas kopi lama dengan alat pengupas kopi yang memenuhi standar sehingga biji kopi yang dihasilkan bisa utuh, tidak pecah.

Setelah dikeringkan, tahap selanjutnya adalah pengemasan. Mengemas biji kopi yang baik dilakukan dengan cara menyimpannya di dalam karung yang bersih dan terhindar dari bau-bauan.

Kelembaban gudang sebaiknya dikontrol pada kisaran kelembaban (RH) 70%. Penggudangan bertujuan menyimpan biji sebelum didistribusikan kepada pembeli.

Selain itu, perlu adanya insentif harga bagi petani yang menghasilkan kopi bermutu baik dari pengelolaan lahan. Selama ini, kopi bermutu baik dihargai sama dengan kopi yang memiliki mutu biasa saja.

Tentu saja ini tidak bisa menggerakkan petani menghasilkan kopi bermutu bagus. Perlu juga dilakukan intensifikasi atau meremajakan perkebunan kopi lama.

Intensifikasi dilakukan dengan cara mengganti tanaman tua yang berumur 20 tahun hingga 30 tahun dengan tanaman yang muda. Selama ini, hampir 40% dari luas lahan perkebunan kopi di Indonesia bertanaman dengan umur sudah sangat tua.

Ada perkebunan kopi dengan tanaman yang berumur 50 tahun lebih. Indonesiaa adalah penghasil kopi dan eksportir kopi terbesar setelah Brasil dan Vietnam. Perlu komitmen untuk menguatkan posisi tersebut. Harapannya, Indonesia bisa menjadi eksportir kopi nomor dua di dunia. Semoga.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif