Umum
Senin, 6 Juni 2016 - 18:47 WIB

PKL SOLO : Inilah Pasal-Pasal Yang Merugikan Pemkot Kelola Sunday Market Manahan

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - PKL masih bertahan dengan menggelar lapak di jalan yang melingkari lapangan sepak bola di kompleks Stasion Manahan sisi utara, Minggu (29/5/2016). (Irawan Sapto Adhi/JIBI/Solopos)

PKL Solo, sejumlah perjanjian dinilai telah merugikan Pemkot Solo.

Solopos.com, SOLO–Kuatnya pengaruh paguyuban pedagang Sunday Market Manahan dibandingkan UPTD Sarana dan Prasarana Olahraga Disdikpora dalam mengelola PKL sunday market terlihat dari surat perjanjian yang dibuat antara paguyuban dan UPTD.

Advertisement

Saat Solopos.com mengecek surat perjanjian, terdapat sejumlah pasal yang cenderung menunjukkan “hegemoni” paguyuban. Seperti Pasal 10, dimana menyebut perjanjian tidak akan berakhir karena meninggalnya atau digantikannya salah satu pihak (paguyuban atau UPTD). Dengan demikian penggantinya wajib menaati dan mengikatkan diri untuk melaksanakan ketentuan perjanjian. Pasal 4 juga sangat merugikan Pemkot karena paguyuban hanya wajib menyetor Rp3 juta untuk kas daerah.

Sebelumnya, Kepala UPTD Sarana Prasarana Olahraga Disdikpora, Heru Prayitno, mengatakan keterlibatan unsur paguyuban dalam pengelolaan Sunday Market sudah berlangsung sejak 2007. Saat itu Stadion Manahan masih dikelola Yayasan Gelora Manahan. Heru mengaku hanya melanjutkan kerja sama pengelolaan Sunday Market seiring lahirnya UPTD pada 2013.

“Kami tidak berani (memutus kerja sama). (Keterlibatan paguyuban di Sunday Market) sudah terkondisikan sejak lama,” ujar Heru dalam rapat Komisi III DPRD dengan Disdikpora, Inspektorat, Bagian Hukum dan HAM Pemkot serta Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Solo, Senin (6/6/2016).

Advertisement

Heru berinisiatif menuangkan kerja sama itu dalam sebuah perjanjian kerja setelah UPTD resmi mengelola Stadion Manahan.

Dugaan penyelewengan retribusi mencuat lantaran potensi retribusi Sunday Market dinilai mencapai Rp15 juta. Saat menyusun MoU, Heru mengaku tak berkonsultasi dengan pihak terkait seperti Disdikpora atau Bagian Hukum dan HAM. “Kami lupa,” ujarnya singkat.

Anggota Komisi III, Siti Muslikah, menilai ada upaya pembiaran penyelewengan retribusi mengingat MoU sudah berlangsung sejak 2013. Menurut Siti, SKPD terkait seolah tutup mata melihat sumbangan Sunday Market ke kas daerah hanya Rp3 juta tiap gelaran. Pada 2015, setoran tiap gelaran bahkan hanya Rp2 juta. “Padahal jumlah ini sangat tidak masuk akal, tidak sesuai potensi riil,” tuturnya.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif