Jogja
Senin, 30 Mei 2016 - 21:55 WIB

TRADISI JOGJA : Makam Panembahan Bodho Dikunjungi Ribuan Peziarah, Ini Sejarahnya

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Wahyu Janti tengah menunggu bunga yang dia jual selama musim nyadran, Rabu (18/6/2014). (Abdul Hamied Razak/JIBI/Harian Jogja)

Tradisi Jogja berupa nyadran masih terus dilakukan.

Harianjogja.com, BANTUL — Makam ulama besar bernama Raden Trenggono atau yang kerap disebut Panembahan Bodho yang terletak perbatasan antara Desa Wijirejo, Guwosari, dan Sendangsari, Pandak, Bantul ramai dikunjungi ribuan masyarakat memasuki bulan Ruwah menjelang bulan puasa atau Ramadan.

Advertisement

Masyarakat berkunjung ke makam tersebut untuk melakukan ritual doa sebagai bentuk baktinya terhadap leluhur, ritual doa yang konon merupakan ajaran dari para Wali tersebut dalam masyarakat dikenal dengan sebutan nyadran.

Ketua panitia acara nyadran Makam Sewu, Hariyadi mengatakan Panembahan Bodho memang dikenal oleh masyarakat sebagai tokoh ulama besar. Banyak peninggalan dari perjuangan beliau antaranya Masjid Kauman, beliau juga dikenal sebagai salah satu murid dari Sunan Kalijaga.

“Beliau (Panembahan Bodho) adalah Adipati Terung III namun karena lebih memilih untuk menyiarkan agama Islam maka beliau menolak jabatan Adipati, dari situ beliau sering disebut Bodho (Bodoh). Karena beliau adalah tokoh yang sangat disegani dan dianggap sesepuh dari Raja Panembahan Senopati maka masyarakat banyak yang datang ke makam beliau untuk mendoakan beliau,” katanya disela-sela upacara nyadran Makam Sewu, Senin (30/5/2016).

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif