News
Senin, 30 Mei 2016 - 17:39 WIB

Bantah Terima Setoran Pakir Liar, Ketua RW Tolak Aplikasi Qlue Karena Sibuk

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Aplikasi Qlue (Liputan6)

Ketua RT/RW di Jakarta memprotes penggunaan aplikasi Qlue yang diwajibkan. Ahok menduga mereka kehilangan setoran PKL & parkir liar.

Solopos.com, JAKARTA — Geger penggunaan kewajiban Ketua RT/RW menggunakan aplikasi Qlue untuk melaporkan kondisi wilayahnya berujung pemecatan. Ketua RW 12 Kebon Melati Tanah Abang, Agus Iskandar diminta mengundurkan diri dari jabatannya atau dipecat karena menolak melaporkan kinerjanya melalui aplikasi itu.

Advertisement

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pun menuding protes penggunaan aplikasi Qlue itu karena ada yang terancam pemasukannya dari PKL dan parkir liar. Pengurus RW 12 membantahnya.

“Kita enggak pernah ambil uang sepeser pun dari pedagang atau parkir,” ujar Wakil Ketua RW 12, Boli Fiahaya, di RW 12 Kelurahan Kebon Melati, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (30/5/2016).

Jika ada yang melakukan pungli, maka Boli menyebut itu dilakukan oleh oknum yang mengatasnamakan RW. “Saya enggak tahu dapat dari mana itu. Kalau tahu [ada pungli] tolong ditangkap oknum itu. Jangan kita dikambinghitamkan,” ujar Boli.

Advertisement

Merespons pemecatan itu, pengurus RW 12 mendukung Agus Iskandar tidak mundur. “Warga RW 12 menolak. Terus terang RT dan RW bergeming dengan pemecatan itu. Kita akan tetap berjalan [bekerja],” ujar Wakil Ketua RW 12, Boli Fiahaya, saat ditemui di RW 12 Kelurahan Kebon Melati, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (30/5/2016).

Sebagian besar warga RW 12 bekerja sebagai pedagang di sekitar Tanah Abang dan Thamrin City. Agus Iskandar yang menjabat sebagai ketua RW juga berprofesi sebagai pedagang di pasar plastik Tanah Abang. “Mayoritas warga wirausaha, tidak ada yang PNS. Kita kan dipilih warga, bukan kita yang mau,” terangnya.

Boli mengatakan permintaan dari Lurah Kebon Melati tidak dapat dipenuhi karena pengurus RW bukanlah bagian dari pemerintahan dan bukan berstatus sebagai pegawai negeri sipil (PNS). “Karena kita bukan pegawai negeri, dan dalam organisasi lurah ini tidak berhak memecat RT dan RW,” kata Boli.

Advertisement

Alasan penolakan aplikasi Qlue ini disebut Boli karena pengurus tidak punya banyak waktu memposting kegiatan atau suasana di lingkungannya sebanyak 3 kali dalam sehari. “Kami kan juga harus mencari nafkah,” ucapnya.

Berdasarkan SK Gubernur Nomor 903 Tahun 2016, ketua RT dan RW diwajibkan melaporkan 3 kali sehari kegiatan di kawasan mereka bertugas lewat aplikasi Qlue. Dengan pelaporan itu, setiap ketua RT akan mendapatkan uang operasional Rp975.000/bulan dan ketua RW mendapatkan Rp 1,2 juta/bulan. Satu laporan di Qlue dihargai Rp10.000. Ini merupakan alat Ahok untuk mengetahui kinerja aparatnya.

Ahok menyebut pengurus RW tersebut protes karena mereka kesal karena pendapatan ketua RT/RW berkurang dari beberapa pelanggaran seperti parkir maupun pedagang kaki lima (PKL). Ahok menduga bahwa oknum tersebut selalu mendapat setoran dari kegiatan tersebut.

“Ini kan cuma nyari alasan gimana mau ribut sama saya. Kalau mau ribut sama saya, dia bilang ‘gue ribut sama Ahok, kenapa? Karena lapak saya diambil.’ Ya malu dong gue ribut sama Ahok karena parkir diambil sama UPT parkir,” kata Ahok di Balai Kota, Senin (30/5/2016).

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif