Jateng
Kamis, 26 Mei 2016 - 12:50 WIB

Ahmad Tohari Prihatin Minat Baca Indonesia Kalah dari Malaysia

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sastrawan Ahmad Tohari (JIBI/Solopos/Antara)

Ahmad Tohari mengaku prihatin dengan masih rendahnya minat baca masyarakat Indonesia yang menurutnya kalau jauh dibandingkan dengan Malaysia dan Singapura.

Semarangpos.com, SEMARANG – Budayawan Ahmad Tohari merasa prihatin dengan rendahnya minat baca masyarakat sehingga menjadi hambatan pengembangan diri manusia Indonesia . “Padahal tanpa membaca, maka tidak akan dapat mengembangkan diri,” katanya pada Seminar Nasional Himpunan Sarjana Sastra Indonesia (Hiski) bertema Kemandirian Bangsa Melalui Sastra dan Budaya di Wisma Perdamaian, Semarang, Rabu (25/5/2016).

Advertisement

Dalam kesempatan itu dilakukan pelantikan kepengurusan Hiski Jateng yang diketuai Redyanto Noor, Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro (Undip) Semarang. Ahmad Tohari lebih lanjut menyatakan berdasarkan data dari Unesco pada 2015 menyebutkan penduduk Indonesia yang punya kebutuhan membaca hanya 0,1 persen atau hanya satu di antara seribu penduduk.

Kalau jauh dibandingkan dengan negara di Malaysia yang minat baca pendudukan 16%, Singapura sebesar 18%, Jepang sebesar 25%, dan Amerika Serikat sebesar 32%. “Sedangkan jumlah penduduk Indonesia yang membaca karya sastra jauh lebih kecil lagi, tidak sampai 0,1 persen,” tandas penulis novel Ronggeng Dukuh Paruk ini.

Penyebab rendahnya tingkat membaca masyarakat Indonesia ini, menurut Ahmad Tohari karena pengaruh budaya lisan atau bertutur yang telah berlangsung lama.

Advertisement

Peranan pemerintah untuk meningkatkan minat baca masyarakat, menurut dia, masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari anggaran untuk menerbitkan buku, termasuk buku sastra sangat kecil.

“Mestinya pemerintah membayar penulis berkualitas untuk membuat karya sastra yang baik. Buku sastra tersebut kemudian dicetak dan dibagikan gratis ke sekolah-sekolah,” ujarnya.

Di samping pemerintah, sambung dia, peran masyarakat juga duperlukan guna meningkatkan budaya membaca, dengan membuat perpustakan sederhana di rumah sehingga anak-anak gemar membaca.  “Di sekolah perlu keteladanan para guru dengan membiasakan membaca sehingga akan dicontoh muridnya,” tandasnya.

Advertisement

Padahal, imbuh Ahmad Tohari, dengan membaca buku, terutama buku sastra membuat keseimbangan antara otak kanan dan otak kiri pada setian pribadi manusia. “Dengan bacaan sastra, para murid dan anak-anak di rumah diharapkan akan berkembang; bukan hanya takwa, cerdas, dan terampil melainkan juga perasa,” ujarnya.

 

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif