News
Rabu, 25 Mei 2016 - 15:06 WIB

OPERASI TANGKAP TANGAN : Suap Hakim Tipikor Bengkulu Terbongkar, Hukum Indonesia Kecolongan

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi penyidik KPK (JIBI/Bisnis/Rahmatullah)

Operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap aksi suap terhadap dua hakim Tipikor Bengkulu menunjukkan hukum Indonesia sedang bermasalah.

Solopos.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan operasi tangkap tangan terhadap sejumlah oknum hakim dan panitera menunjukkan kondisi hukum yang masih bermasalah.

Advertisement

Karena itu, untuk menjalankan salah satu fungsi KPK terkait pemberantasan korupsi di sektor hukum, KPK sedang menggalakkan koordinasi dengan sejumlah aparatur hukum lainnya.

“Kami akan bekerja sama dengan aparat kepolisian dan Mahkamah Agung untuk memperbaiki ini agar lebih baik di masa depan,” kata Komisioner KPK La Ode M. Syarief, Rabu (24/5/2016).

Dia memaparkan, kemarin malam, sejumlah komisioner Komisi Yudisial (KY) menyambangi Gedung KPK. Dalam pertemuan itu, mereka sempat membicarakan soal tindak lanjut kerja sama kedua institusi. “Intinya kejadian kemarin tidak terjadi pada masa yang akan datang,” imbuh dia.

Advertisement

Sebelumnya, KPK menangkap tangan lima orang terkait dugaan suap penyalahgunaan honor Dewan Pembina RSUD M. Yunus yang tengah disidangkan. Lima tersangka itu adalah Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang, Janner Purba; hakim PN Bengkulu, Toton; dan panitera PN Bengkulu, Badaruddin Amsori Bachsin.

Adapun dua lainnya berasal dari RSUD M. Yunus Bengkulu, yakni mantan Wakil Direktur Keuangan RSUD M.Yunus, Edi Santroni, dan mantan Kepala Bagian Keuangan RSUD, Syafri Syafii.

Pengungkapan kasus otu bermula dari penyerahan uang diduga dilakukan oleh Syafri Syafii kepada Janner Purba pada 23 Mei 2016. Pada 15.30 WIB, tim KPK akhirnya mengamankan Janner yang telah berada di rumahnya dan sudah menerima Rp150 juta.

Advertisement

Sekitar pukul 16.00 WIB, tim KPK kemudian mengamakan Syafri di rumahnya, sedangkan Badaruddin dan Toton diamankan oleh KPK di PN Bengkulu. Berikutnya, sekitar pukul 20.45 WIB, KPK juga mengamankan Edi Santroni.

Berdasarkan informasi yang dihimpun JIBI/Bisnis, kasus itu bermula dari SK Gubernur pada 2011 tentang Tim Pembina Manajemen RSUD M Yunus. Di dalamnya terkait dengan honor untuk para pejabat di Bengkulu, termasuk gubernur saat itu.

Gubernur yang menandatangani surat itu adalah Junaidi Hamsyah yang telah ditetapkan tersangka oleh Mabes Polri pada Mei 2015. Polri menduga terdapat kerugian negara sebesar Rp5,4 miliar.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif