Soloraya
Sabtu, 21 Mei 2016 - 16:00 WIB

KISAH TRAGIS : Tiang Lampu PJU Bawa Petaka Pasutri di Masaran Sragen

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - ilustrasi kesetrum

Kisah tragis ini menimpa seorang ketua RT di Masaran yang tewas kesetrum bersama istri.

Solopos.com, SRAGEN–Suasana duka menyelimuti rumah Sugiman, 53, Ketua RT 004, Dukuh Gebang Lor, Desa Gebang, Kecamatan Masaran, Sragen, Sabtu (21/5/2016) siang. Para pelayat berkerumun di depan rumah yang menghadap ke barat. Mereka duduk di kursi plastik warga merah seraya menunggu waktu pemberangkatan jenazah ke makam dukuh setempat.

Advertisement

Tak suara lantunan ayat suci di rumah itu. Suara tangis tiba-tiba pecah di depan dua jenazah yang membujur ke utara di ruang tamu itu. Tangis itu datang dari adik Sulastri, istri Sugiman, setelah melihat jenazah kedua kakaknya. Ya, dua jenazah itu tidak lain jenazah pasangan suami istri Sugiman, 53, dan Sulastri, 45, yang tewas karena kesetrum tiang lampu penerangan jalan di depan rumahnya pada Sabtu, pukul 03.30 WIB.

Pasangan Sugiman dan Sulastri meninggalkan lima orang anak. Dalam sehari, mereka menjadi yatim piatu. Galih Sujatmiko, 17, siswa SMKN 2 Sragen, merupakan anak kedua dari Sugiman-Sulastri. Galih cukup tegar dengan musibah yang menimpa keluarganya. Dia tak bisa berbuat banyak dengan kondisi buliknya yang menangis histeris. “Ya, itu bulik yang baru tiba dari luar daerah. Masih ada saudara yang belum tiba dari luar Jawa,” kata Galih saat berbincang dengan Solopos.com di rumah duka.

Galih masih memiliki tiga orang adik. Ketiganya duduk di bangku kelas V dan kelas II SD serta adiknya yang bungsu belum sekolah. Galih juga memiliki kakak yang sudah menikah beberapa waktu lalu. Galih berkisah tentang musibah yang menimpa kedua orang tuanya. Kisah tragis itu bermula saat Galih terbangun pukul 03.00 WIB. Dia melihat kondisi pintu depat terbuka sedikit. Dia curiga dan keluar rumah. Saat itu cuaca masih hujan gerimis.

Advertisement

“Saya mendapati payung hitam tergeletak di bawah tiang lampu. Saat mengambil payung itu, saya melihat Ibu tergeletak di selokan selebar satu meter yang di bawahnya terdapat air mengalir. Saya berteriak mencari Bapak untuk memberitahukan keadaan Ibu. Bapak keluar rumah dan hendak menolong Ibu. Bapak turun ke selokan itu dengan berpegangan tiang lampu warna biru itu. Saat itulah Bapak kesetrum,” kisah Galih.

Sugiman sempat berteriak kepada Galih saat terkena sengatan listrik yang mengalir di tiang warna lampu yang terbuat dari besi itu. “Matikan saklarnya!” kata Galih menirukan teriakan ayahnya. Galih pun langsung mematikan meteran listrik yang berdaya 900 Watt di depan rumah Sugimin, tetangga Sugiman. Begitu meteran listrik dimatikan, Sugiman terjatuh berdekatan dengan tubuh Sulastri.
Galih pun panik. Dia langsung meminta bantuan saudara yang tinggal di sebelah rumahnya. “Saya sempat kesetrum juga saat memegang bapak. Tetapi saya bisa lepas dari aliran listrik itu dan segera mematikan meteran listrik,” ujarnya.

Sugiman dan Sulastri dilarikan ke Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Masaran. Kakak Sulastri, Sabar, 55, warga Kayen RT 008, Desa Patihan, Sidoharjo, dihubungi saudara untuk segera datang ke RS PKU Masaran pada pukul 04.00 WIB. Sesampainya di RS, Sabar pun shock melihat kondisi kedua adiknya sudah tak bernyawa.

Advertisement

“Dari ceritanya, Sulastri memang meninggal di lokasi kejadian di samping rumahnya sendiri. Kalau tidak hujan mungkin tidak sampai seperti itu. Saya tidak tahu kok malam-malam keluar rumah. Apa mau buang hajat mungkin,” katanya saat bertemu Solopos.com.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif