News
Jumat, 20 Mei 2016 - 19:30 WIB

KASUS BLBI : Rachmawati Desak KPK Selidiki Surat Keterangan Lunas Era Megawati

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Penyampaian Petisi Rakyat Menggugat, Kamis (9/10/2014). (JIBI/Solopos/Antara/Rosa Panggabean)

Kasus BLBI terkesan mandek. Rachmawati mendesak KPK menyelidiki kebijakan surat keterangan lunas yang diterbitkan di era Megawati.

Solopos.com, JAKARTA — Rachmawati Soekarnoputri mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menuntaskan kasus dugaan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), termasuk pihak yang menerbitkan kebijakan Surat Keterangan Lunas (SKL).

Advertisement

Hal itu disampaikan Rachmawati setelah bertemu dengan Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPK Bambang Saptopratomu Sunu, perwakilan Pengaduan Masyarakat dan Hubungan Masyarakat, kemarin. Rachmawati juga didampingi oleh Lily Wahid, adik mantan Presiden Indonesia Abdurrahman Wahid.

Dia menuturkan kasus korupsi BLBI merupakan kasus lama yang harus diselesaikan oleh KPK. Menurut Rachmawati, tak hanya para obligor atau koruptor terkait BLBI yang harus diselidiki oleh lembaga antikorupsi, namun juga pihak yang menerbitkan SKL.

“Tidak hanya kepada pelaku, obligor atau koruptor yang terlibat dalam skandal BLBI, tapi juga yang membuat kebijakan SKL atau release and discharge di era Megawati [Soekarnoputri],” kata Rachmawati kepada pers setelah melakukan pertemuan dengan KPK, Jumat (20/5/2016).

Advertisement

Aturan itu adalah Instruksi Presiden No.8/2002 yang dikeluarkan Presiden Megawati Soekarnoputri. Inpres itu terkait jaminan kepastian hukum maupun tindakan hukum para obligor BLBI. Instruksi itu juga dikenal dengan aturan release and discharge, karena tak dipenuhinya kewajiban para obligor tersebut secara keseluruhan.

Kasus itu terkait upaya penambahan modal kembali sektor perbankan. Rekapitalisasi perbankan itu dilakukan melalui dua langkah, yakni likuiditas BI dan penerbitan surat utang negara dengan nilai total Rp600 triliun.

Nilai itu terus membengkak karena negara harus membayar bunga. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2000, menyatakan bahwa kebocoran penyaluran likuiditas BI mencapai 95,78% dari total dana Rp144,53 triliun.

Advertisement

Selain bersama Lily Wahid, Rachmawati juga didampingi Gerakan Himpunan Masyarakat Sejahtera (HMS) yang diwakili oleh Sasmito Hadinegoro. Sasmito selama ini dikenal sebagai Sekjen Asosiasi Pembayar Pajak Indonesia (APPI).

Menurut Sasmito, KPK harus menuntaskan segera kasus mega skandal tersebut yang diduga merugikan negara mencapai Rp600 triliun. Hal itu, sambungnya, diakibatkan pembayaran bunga obligasi yang terus dilakukan hingga kini.

“Pembayaran itu menggunakan uang pajak yang disetor rakyat,” kata Sasmito. “Namun, KPK dan penegak hukum lainnya justru membiarkan kasus ini, padahal ada dugaan permufakatan jahat.”

Dia menuturkan dengan adanya penuntasan kasus tersebut, Presiden Joko justru dapat menyelematkan keuangan negara untuk di masa mendatang. HMS mendesak KPK dapat menyelesaikan kasus korupsi tersebut.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif