Jogja
Kamis, 19 Mei 2016 - 00:20 WIB

PEKERJA DIFABEL : Kuota Pekerjaan PNS & Swasta Masih Jauh Dari Harapan

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Warjo bersama saudaranya yang juga difabel menyelesaikan pesanan jahitan jas di rumah kontrakan Dukuh Jetak Lor, Desa Karanganom, Klaten Utara, Klaten, Kamis (7/1/2016). (Taufiq Sidik Prakoso/JIBI/Solopos)

Penyandang Disabilitas Tuntut Hak Bekerja

Harianjogja.com, JOGJA – Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas (PPHD) DIY menyoroti minimnya jaminan pekerjaan bagi penyandang disabilitas di DIY. Mereka menilai pemerintah masih belum bisa menjamin hak penyandang disabilitas untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.

Advertisement

Ketua Komite PPHD DIY, Setia Adi Purwanta Selasa (17/5/2016) mengatakan berdasarkan Perda Nomor 4 tahun 2012 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas semestinya terdapat kuota 1% pekerja penyandang disabilitas di lingkungan PNS dan 1% penyandang disabilitas di setiap perusahaan. Namun dia menilai kuota itu masih jauh dari harapan.

Padahal kuota pekerja disabilitas baru saja ditingkatkan melalui Undang-undang No. 8/2016 tentang penyandang disabilitas. Dalam UU yang baru saja ditetapkan itu, kuota pekerja disabilitas untuk lingkungan PNS ditingkatkan menjadi 2% sementara untuk swasta tetap 1%.

“Tapi di PNS di seluruh DIY 1% saja belum dilakukan, yang swasta juga masih belum tercapai kuota itu,” kata dia di kantor PPHD.

Advertisement

Minimnya serapan tenaga kerja dari kalangan disabilitas itu menurut Setia terlihat dari jumlah perusahaan yang memberi ruang bagi penyandang disabilitas. Dari 386 perusahaan swasta yang ada di Jogja, hanya sekitar 24 perusahaan yang menerima penyandang disabiltias sebagai tenaga kerja.

Setia pun menyarankan pemerintah lebih aktif mensosialisasikan perda ini ke perusahaan swasta. Selain itu juga memberikan penghargaan yang layak bagi perusahaan-perusahaan yang sudah memberikan ruang bagi penyandang disabiltias untuk berkarya.

Keterbatasan lowongan pekerjaan bagi penyandang disabilitas akhirnya memaksa mereka membuka usaha sendiri untuk bertahan hidup. Namun lagi-lagi upaya itu tak berjalan mulus lantaran pelatihan keterampilan yang mereka terima tak maksimal dan membuat produk mereka sulit bersaing di pasaran.

Advertisement

“Sudah begitu penjualannya dengan sistem konsinyasi sehingga ketika tidak laku barang itu dikembalikan ke perajinnya. Mereka butuh perlindungan agar bisa berdaya,” imbuh Setia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif