Soloraya
Rabu, 18 Mei 2016 - 20:15 WIB

DEMAM BERDARAH SOLO : Duh, 2 Anak di Sudiroprajan Meninggal Akibat DBD

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi fogging atau pengasapan untuk memutus daur hidup nyamuk (JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto)

Demam berdarah Solo, dalam dua pekan dua orang anak meninggal akibat DBD.

Solopos.com, SOLO–Demam Berdarah Dengue (DBD) merenggut nyawa warga Solo. Dua anak di wilayah Kelurahan Sudiroprajan, Kecamatan Jebres meninggal dunia akibat terkena DBD.

Advertisement

Informasi yang dihimpun Solopos.com, dua warga Sudiroprajan itu masih berusia  enam tahun dan delapan tahun. Mereka tinggal di RW 007 dan RW 008 yang merupakan permukiman padat penduduk.

Menurut Lurah Sudiroprajan, Dalimo, meninggalnya dua anak itu karena masyarakat kurang memahami gejala DBD. “Dua anak yang meninggal akibat DBD itu karena penanganan yang kurang tepat. Satunya terlambat membawa ke pelayanan kesehatan. Satunya lagi orang tua anak mengira demam turun menandakan sudah sembuh sehingga mereka merawatnya di rumah. Tapi, akhirnya anak itu demam lagi dan tidak tertolong. Kejadiannya pekan lalu dan Senin [16/5] ini,” katanya saat ditemui Solopos.com di ruang kerjanya, Rabu (18/5/2016).

Dalimo menyatakan di tahun sebelumnya tidak ada warganya yang meninggal dunia karena DBD. Untuk itu, ia langsung mengantisipasi penyebaran nyamuk aedes aegypti pembawa virus DBD tersebut dengan melakukan fogging atau pengasapan.

Advertisement

Selain pengasapan, ia juga meningkatkan penyuluhan untuk mengubah gaya hidup masyarakat. Menurutnya, gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) saat ini terlalu fokus pada kamar mandi dan ember untuk menampung air bersih. Sedangkan tumpukan kayu, genangan air di pot tanaman, atau tumpukan barang bekas di lingkungan sekitar rumah luput dari pengawasan. Padahal, lanjut dia, itu bisa menjadi sarang nyamuk jika lembap setelah terkena air hujan.

“Kami menduga, nyamuk itu bersarang di antara tumpukan kayu yang ada di halaman rumah warga. Sebab, di RW 007 dan RW 008 adalah kawasan padat penduduk sehingga nyamuk mudah berkembang,” ujarnya.

Untuk antisipasi lainnya, ia juga mengadakan kerja bakti massal, memantau rumah kosong, dan memantau kawasan padat penduduk setiap dua pekan sekali. Ia juga akan memantau rumah warga lanjut usia (lansia) yang tinggal sendiri karena mereka jarang membersihkan rumah.

Advertisement

Sementara, Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan Kota (DKK) Solo, Evi Setyowati Pertiwi, menyatakan telah mendengar informasi tersebut. Namun ia belum bisa memastikan penyebab kematian dua anak itu karena DBD.

“Saat ini kami masih melakukan PE [penyelidikan epidemiologi] atau survei lapangan untuk kebenaran kasus DBD itu. Yang penting masyarakat tetap waspada karena ini merupakan peralihan musim yang membuat nyamuk cepat berkembang biak,” katanya saat dihubungi Solopos.com, Rabu.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif