News
Senin, 16 Mei 2016 - 09:10 WIB

HOTEL DI SOLO : Solo Dinilai Sudah Saatnya Moratorium Hotel

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi kamar hotel (JIBI/Bisnis/Paulus Tandi Bone)

Hotel di Solo dinilai sudah terlalu banyak sehingga perlu dimoraturium.

Solopos.com, SOLO—Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita) mengusulkan Solo untuk melakukan memoratorium pembangunan hotel. Hal ini karena banyaknya kamar yang ada sedangkan industri pariwisata belum berkembang dengan baik.

Advertisement

Ketua Asita, Aswani Bahar, menyampaikan jumlah kamar hotel di Solo saat ini mencapai 7.000 kamar/malam. Padahal masih ada beberapa hotel yang dalam proses pembangunan dan diperkirakan jumlah kamar hotel di Solo akan mencapai lebih dari 10.000 kamar/malam apabila hotel tersebut beroperasi.
“Solo sudah waktunya ada memoratorium pembangunan hotel. Sudah terlalu banyak hotel di Solo, persaingan yang semakin ketat akan memicu persaingan yang tidak sehat,” ungkap Aswani.

Dia menyampaikan Solo memiliki potensi pariwisata yang sangat besar dan kuat. Namun dia menilai branding pariwisata Solo belum terlalu kuat jika dibandingkan dengan kota lain sehingga pariwisata belum terlalu berkembang.
Humas Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Solo, M.S.U. Adji, mengatakan sudah lama meminta pemerintah kota (pemkot) untuk melakukan moratorium pembangunan hotel. Hal ini karena dinilai Solo sudah jenuh dengan pembangunan hotel. Namun pemkot memiliki pertimbangan lain dan tetap mengeluarkan izin pembangunan hotel dengan menyasar daerah Solo bagian utara.

“Tingkat hunian [okupansi] hotel di Solo terus berkurang setiap tahunnya. Hotel di Solo memiliki okupansi lebih dari 50% itu sulit. Padahal kalau okupansi ada di bawah 50%, operasional hotel sangat berat,” ujar Adji kepada solopos.com.

Advertisement

Dia mengatakan saat weekend okupansi hotel tidak terlalu tinggi, hanya saat long weekend dan Lebaran biasanya tingkat hunian tinggi. Bisnis hotel pun masih sangat bergantung dengan agenda meeting, incentive, convention, and exhibition (MICE), terutama yang diadakan oleh pemerintah. Diakuinya, destinasi wisata di Solo belum bisa menjadi magnet kuat untuk mendatangkan wisatawan.

Dia menilai, promosi dan branding Kota Solo masih lemah karena promosi yang dilakukan secara terpisah oleh kabupaten/kota yang ada di Soloraya. Menurut dia, promosi harus dilakukan secara bersama dengan membawa bendera nama besar Solo yang sudah terkenal hingga ke luar negeri. Hal ini karena akan lebih memudahkan untuk menarik wisatawan. Dia mengungkapkan promosi pariwisata yang terintegrasi dengan daerah sudah dilakukan, seperti Malang dan Banyuwangi.

Ketua PHRI Sukoharjo, Oma Nuryanto, mengakui hingga saat ini, Solo Baru masih menjadi incaran investor sehingga pembangunan hotel terutama, masih berkutat di wilayah tersebut. Diakuinya lokasi pembangunan hotel yang masih terpusat di Solo Baru ini juga membuat persaingan semakin ketat. Rata-rata okupansi hanya 40%-50%. Oleh karena itu, pelaku bisnis perhotelan gencar melakukan promo melalui online travel agent (OTA) dan merambah sektor wedding.

Advertisement

“Saat ini di Sukoharjo ada 11 hotel bintang dan delapan hotel nonbintang dengan lebih dari 2.000 kamar/malam. Saat ini masih ada tiga hotel yang masih dalam proses pembangunan,” kata dia.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif