News
Kamis, 12 Mei 2016 - 20:30 WIB

AUDIT BPK : Tak Hanya Kunker Fiktif, Seluruh Keuangan DPR Sedang Dipelototi

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Harry Azhar Azis (kanan) saat masih menjadi Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berbincang dengan Ketua DPD Irman Gusman (kiri) sebelum Sidang Paripurna Luar Biasa kelima dengan agenda Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II (IHPS) dan penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK kepada DPD di Nusantara V, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (13/4/2016). (JIBI/Solopos/Antara/dok)

Audit BPK tak hanya menyoal dugaan kunker fiktif, tapi seluruh keuangan di DPR.

Solopos.com, JAKARTA — Dugaan adanya kunjungan kerja (kunker) fiktif anggota DPR yang berpotensi merugikan negara senilai Rp945.465.000.000 bukan satu-satunya sasaran audit terhadap lembaga itu. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Azis mengaku tengah melakukan audit terhadap DPR.

Advertisement

“Sedang melakukan audit, bukan hanya kunjungan kerja tapi seluruh keuangan DPR. Jadi kunjungan kerja itu hanya bagian dan belum kita selesaikan, baru Juni kita laporkan ke DPR,” ujarnya.

Terkait potensi kerugian negara, Ketua BPK yang juga merupakan politikus Partai Golkar itu mengaku tidak mengetahui besaran angka kerugian secara pasti. “Angkanya masih belum tahu.”

Harry menuturkan pihaknya akan segera menyelesaikan auditnya paling lambat pada akhir Mei 2016 sehingga bisa dibawa ke DPR pada Juni mendatang. Dia menambahkan, jika memang ada potensi kerugian negara maka dana tersebut harus dikembalikan selama 60 hari sesuai yang tertera dalam undang-undang.

Advertisement

“Itu kalau ada kerugian negara. Kalau enggak ada [kerugian negara] enggak apa,” pungkasnya. Baca juga: Ada Dugaan Kunker Fiktif Rp945 Miliar & Tiket Pesawat Fiktif DPR.

Di lain pihak, Sekretaris Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yenny Sucipto menuturkan anggota DPR tidak berkomitmen dalam laporan kunker. Hal itu menguatkan bahwa kunker hanya plesiran semata yang dianggap pemborosan anggaran.

Menurut Yenny, adanya kelemahan internal DPR dalam transparansi dan akuntabilitas seharusnya mendorong Sekjen DPR untuk memaksa anggota melaporkan kunkernya melalui fraksi atau komisi. Kelemahan tersebut juga menjadi tanggungjawab Sekjen DPR.

Advertisement

“Untuk itu Fitra mendorong KPK untuk menindaklanjuti hasil temuan BPK ini dibawa ke proses hukum. Selain itu, mendorong agar fraksi menghukum anggotanya yang tidak melaporkan hasil kunker berupa laporan keuangan dan program,” ujar Yenny.

Yenny mengusulkan agar metode laporan keuangan kunker berupa lump sum (biaya perjalanan dinas) juga harus dirubah. Pasalnya, model ini menguntungkan anggota DPR karena tidak akuntabel. “Moratorium dan reformasi anggaran di DPR menjadi kebutuhan yang mendesak,” pungkasnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif