Soloraya
Minggu, 8 Mei 2016 - 10:25 WIB

TRADISI SRAGEN : Ada Keanehan pada Ritual Giling Tebu di Pabrik Mojo, Ini Penjelasan Suhu Tebu

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati (kiri) menyerahkan tebu pengantin kepada Administratur Pabrik Mojo Bambang Sutrisno dalam prosesi ritual penggilingan tebu di Pabrik Mojo Sragen, Sabtu (7/5/2016). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Tradisi Sragen ritual giling tebu mengandung makna

Solopos.com, SRAGEN – Sepasang “pengantin” duduk bersandingan di kursi yang terletak di stasiun penggilingan tebu kompleks Pabrik Mojo Sragen.

Advertisement

Mereka Dimas Ilham Azhari, 17, siswa kelas XI SMAN 1 Sambungmacan dan Yasin Anurul Huda, 16, siswi SMA Muhammadiyah 1 Sragen. Mereka bukanlah pengantin sungguhan. Pakaian pengantin yang mereka kenakan sebagai simbol tebu pengantin dalam ritual penggilingan tebu di Pabrik Mojo, Sabtu (7/5/2016).

Kendati hanya sebagai simbol, sang juru rias asal Mojo Kulon Yani Siswadi harus “bergerilya” dari sekolah satu ke sekolah lain selama sebulan. Biasanya SMAN 1 Sragen yang menjadi langganan Yani untuk mencari putra-putri Sragen terbaik. Kriterima pemilihannya, sebut Yani, tidak sekadar cantik dan bagus tetapi juga berpengalaman dan memiliki tanggung jawab tinggi.

Advertisement

Kendati hanya sebagai simbol, sang juru rias asal Mojo Kulon Yani Siswadi harus “bergerilya” dari sekolah satu ke sekolah lain selama sebulan. Biasanya SMAN 1 Sragen yang menjadi langganan Yani untuk mencari putra-putri Sragen terbaik. Kriterima pemilihannya, sebut Yani, tidak sekadar cantik dan bagus tetapi juga berpengalaman dan memiliki tanggung jawab tinggi.

“Mereka itu harus stand by di Pabrik Mojo sejak pukul 04.00 WIB. Oleh karenanya, saya harus mencari orang yang mau dan bertanggung jawab,” ujar juru rias langganan Pabrik Mojo sejak tahun 2000 itu.

Dimas dan Yasin yang didaulat untuk membawa tebu pengantin. Ada yang aneh pada ritual giling tebu tahun ini. Suhu tebu asal Klaten, Suparlan, 65, menyampaikan peristiwa 1998 terulang kembali.

Advertisement

Tebu pengantin putra bernama Bagus Luber Madu Aji dan dua batang tebu pengantin putri bernama Ayu Sri Hartuti dan Ayu Sri Hartini.

“Saat ritual di kebun Plumbon itu, tebu-tebu itu hadir dalam wujud manusia. Jadi tebu itu memiliki jiwa. Mereka sendiri yang menyebutkan namanya. Tebu-tebu itulah yang menjadi syarat untuk melancarkan penggilingan tebu di pabrik ini. Wujud kontribusi tebu pengantin itu ya berupa etos kerja para karyawan sehingga hasilnya bisa maksimal,” kata Suparlan.

Etos kerja tersebut terlihat dari target produksi yang ditentukan manajemen Pabrik Mojo mencapai 401.000 ton dari luas lahan tebu 6.655 hektare. Tebu pangantin itu diserahkan Dimas dan Yasin kepada Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati secara bergantian.

Advertisement

Kemudian Yuni, sapaan akrab Bupati, menyerahkannya kepada Administratur Pabrik Mojo, Bambang Sutrisno, lalu diberikan kepada kepala pengolahan. Pasangan tebu pengantin itu dimasukan ke ruang penggilingan. Ada 17 batang tebu pengiring yang juga dimasukan di ruang penggilingan oleh sejumlah tamu undangan yang hadir.

Ritual itu dilanjutkan dengan pergelaran wayang sehari semalam dengan lakon yang berbeda. Inti wayang ritual itu digelar di halaman Kantor Pabrik Mojo dengan lakon Gareng Jadi Ratu oleh dalan Ki Bowo.

“Seumur hidup, ya baru kali ini berkesempatan menerima tebu pengantin dari dua orang pengantin. Pabrik Mojo ternyata tidak seangker yang saya bayangkan waktu kecil. Dulu begitu lewat pintu abang rasanya dedekan karena terkenal angker,” kesan Yuni dalam ritual itu.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif