Soloraya
Kamis, 5 Mei 2016 - 22:50 WIB

KISAH INSPIRATIF : Pendeta di Sragen Rawat 8 Orang Gila

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Penyandang gangguan jiwa bermain sepakbola di lapangan Dukuh Tanggung RT 002/RW 001, Desa Pilangsari, Gesi, Sragen, Rabu (27/4/2016). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Kisah inspiratif ini dari Sragen, seorang pendeta yang merawat orang gila.

Solopos.com, SRAGEN — Bertempat di Dukuh Tanggung RT 002/Rw 001, Desa Pilangsari, Gesi, Sragen panti rehabilitasi orang gila didirikan di sana.

Advertisement

Sandino, 55, warga Klaten tertawa sendiri sambil berjalan menenteng cangkul. Oman, 30, warga Bandung dan Edi Suwarno, 40, warga Kedungpring, Sukodono, mengikutinya dari belakang. Mustofa, 27, warga Mojokerto, yang semula hanya berdiri bersedekap ikut bergerak. Mbah Lam, 70, dan Dewi, 60, yang tak diketahui alamatnya menyusul. Mereka bergegas memasuki halaman Gereja Pantekosta di Indonesia (GPI) yang terletak di Dukuh Tanggung RT 002/RW 001, Desa Pilangsari, Gesi, Sragen, Rabu (27/4/2016) siang.

Mereka bersemangat berjalan menuju bangunan di belakang gereja itu ketika mendengar ada pembagian makanan. Sekilas mereka terlihat normal. Sebenarnya, mereka mengalami gangguan jiwa. Tempat tinggal mereka tepat di sudut tenggara belakang rumah sepasang suami istri, Barnabas Jayeng Surono, 47, dan Hanaenik Ekowati, 41. Barnabas, seorang pendeta di gereja itu.

Advertisement

Mereka bersemangat berjalan menuju bangunan di belakang gereja itu ketika mendengar ada pembagian makanan. Sekilas mereka terlihat normal. Sebenarnya, mereka mengalami gangguan jiwa. Tempat tinggal mereka tepat di sudut tenggara belakang rumah sepasang suami istri, Barnabas Jayeng Surono, 47, dan Hanaenik Ekowati, 41. Barnabas, seorang pendeta di gereja itu.

Rumah para penyandang masalah kejiwaan hanya berukuran 4 m x 3 m. Rumah tanpa sekat yang diberi nama ruang pemulihan itu berhadapan dengan ruang isolasi dan tiga kamar mandi. Di sisi barat ruang itu terdapat lahan kosong dan kandang sapi. Bau pesing bercampur dengan bau kotoran sapi menyeruak begitu tiba di mulut rumah kecil itu.

Selain keenam orang itu, masih ada dua orang gila yang direhabilitasi Barnabas sekeluarga, yakni Satiyo, 30, dan Supriyadi, 34. Rumah kecil bercat putih itu dihuni tujuh orang gila. Padahal hanya terdapat dua amben. “Kalau waktunya tidur, mereka menggelar kasur di lantai. Ada juga yang tidur di dua amben itu,” kata Barnabas saat berbincang dengan wartawan, Rabu siang.

Advertisement

“Sebelum makan cuci tangan dulu dan berdoa,” teriak Barnabas kepada para penghuni balai rehabilitasi gangguan jiwa itu. Mereka makan dengan lahap. Dewi, satu-satunya perempuan di ruang itu, menikmati lauk daging ayam panggang. Kebetulan kunjungan petugas Dinas Sosial (Dinsos) Provinsi Jawa Tengah membawa puluhan kardus makanan enak. Tak setiap hari mereka dapat makan enak seperti itu.

Tubuh Dewi kurus. Rambutnya penuh uban. Di salah satu kakinya masih terlihat bekas jahitan. Ya, Dewi memang korban tabrak lari. Setelah dirawat di RSUD Sragen, Dewi diserahkan Dinsos Sragen ke Lembaga Rehabilitasi Sehat Waras Sejahtera Sragen yang dikelola Barnabas.

Nasib serupa juga dialami Mbah Lam. Kaki lelaki tua itu pernah patah karena ditabrak motor. “Ini dulu sakit. Sekarang sudah enak,” kata Mbah Lam yang bisa bercerita kepada Solopos.com.

Advertisement

Tubuh Mustofa juga terlihat kurus seperti Dewi. Lekuk tulang kaki dan tangannya terlihat dari kulit yang membalut tubuhnya. Kulit Mustofa lebih bersih daripada teman-temannya. Ia stres berat setelah diputus kekasihnya saat masih SMA.

Oman dikenal paling aktif dan rajin. Setiap perintah Barnabas dan istrisnya selalu ditaati. “Dulu waktu datang, bawa tiga sak berisi sampah. Rambutnya gimbal dan bajunya kumal serta bau,” kata Barnabas.

Sejak 2007

Advertisement

Barnabas mendirikan pusat rehabilitasi orang gila itu sejak 2007. Niat sosial Barnabas bermula saat ada orang gila yang sering mencuri buah jeruk di kebunnya. Kemudian orang gila itu diperlihara dan dibersihkan. Setelah dua hari kemudian, orang gila itu pergi tak tahu arahnya.

“Sejak itu, saya seperti diberkati Tuhan untuk melayani orang-orang seperti itu. Setiap ada orang gila lewat depan rumah pasti saya bawa pulang dan kami pelihara,” ujarnya.

Berdasarkan catatan Barnabas, ada 25 orang gila yang dipelihara di rumahnya. Namun tak sedikit dari mereka yang pergi begitu saja tanpa sepengetahuan Barnabas. Ada tiga orang yang meninggal dunia setelah dirawat di rumah sakit karena sudah jompo. Kini, tinggal delapan orang yang dirawatnya.

“Kami tidak menggunakan obat-obatan untuk menyembuhkan mereka. Kami hanya memberi perhatian seperti layaknya keluarga dan diberi doa-doa tertentu. Syukurlah, sekarang mereka bisa bersosialisasi. Ketika kami jagong pun, mereka kami ajak untuk sekadar melihat tayup sebagai hiburan,” ujar Hanaenik.

Harnaenik harus berhati-hati kepada pendatang baru karena terlalu berisiko. Dia mengisahkan kisah tragis yang membuat tangan suaminya, Barnabas, nyaris putus. “Bapak saat itu mau menjemput orang gila di Salatiga. Sesampai di sana, laki-laki gila itu hanya tersenyum sendiri. Tak tahunya tangan yang disembunyikan di punggungnya itu membawa senjata tajam. Orang itu mau membabat kepala suami saya tetapi ditangkis dengan tangan. Di sela-sela jari itu robek cukup dalam. Tetapi peristiwa itu tak membuat kami jera,” tutur dia.

Selama proses rehabilitasi orang gila, pasangan Barnabas dan Hanaenik dibantu orang tua mereka, yakni Suparjo Riyadi yang juga Sekretaris Lembaga Rehabilitasi Sehat Waras Sejahtera Sragen. Hanaenik menggunakan biaya pribadi untuk menghidupi para penyandang gangguan jiwa itu. Ia membutuhkan dana minimal Rp100.000/hari. Penghasilan keluarganya hanya dari bantuan jemaat gereja yang berjumlah 25 orang dan bantuan tak terduga dari dermawan dan Dinsos. “Bantuan dari Dinsos biasanya berupa sembako tetapi tidak pasti setiap bulan,” katanya.

Ia dan suaminya serta tiga orang anaknya tinggal di rumah sederhana berdinding papan. Bambu berukuran besar tertancap di timur rumah untuk menahan soko guru rumah yang sudah rapuh dan terancam roboh itu.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif