Jogja
Kamis, 5 Mei 2016 - 08:20 WIB

KEBEBASAN PERS : Polisi Dituding Provokasi Warga

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Suasana saat pembubaran kegiatan pemutaran film "Pulau Buru Tanah Air Beta", Selasa (3/5/2016) malam. (Foto istimewa)

Kebebasan pers ditekan dengan membubarkan acara yang digelar di AJI Jogja.

Harianjogja.com, BANTUL- Kasus pembubaran acara perayaan Hari Kebebasan Pers Dunia di Kantor Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jogja memunculkan modus baru untuk melancarkan aksi intoleran di DIY.

Advertisement

(Baca Juga : PULAU BURU TANAH AIR BETA : Peserta Diskusi Teriakkan Darah Juang Lawan Intimidasi Aparat dan Ormas)

AJI Jogja bersama Pusat Studi Hak Asasi Manusia (Pusham) Universitas Islam Indoneseia (UII) serta Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKiS) Jogja memberikan pernyataan sikap terkait pembubaran perayaan Hari Kebebasan Pers yang terjadi Selasa (3/5/2016) malam di Kantor AJI Jogja di Jalan Pakel Baru, Umbulharjo, Jogja.

Jumpa pers yang digelar di Kantor LKiS di Banguntapan, Bantul, Rabu (4/5/2016) siang itu mengungkapkan adanya modus baru yang digunakan aparat beserta kelompok organisasi masyarakat (ormas) intoleran dalam memberangus kebebasan masyarakat.

Advertisement

Ketua AJI Jogja Anang Zakaria mengatakan, ada indikasi polisi dan ormas membenturkan AJI dengan masyarakat setempat. Saat kejadian, polisi dan ormas kata dia memprovokasi warga agar turut menghentikan acara itu dengan menghembuskan isu acara tersebut mengandung propaganda komunis.  Akibat propaganda itu, AJI kata dia berpotensi terusir dari lingkungannya saat ini.

“Ini modus yang selalu digunakan aparat dan ormas. Memprovokasi warga. Sama seperti yang dialami kawan seniman Survive Garage sehingga diusir dari sekretariatnya,” ungkap Anang, Rabu.

Terkait kejadian ini AJI mengeluarkan sejumlah pernyataan sikap antara lain mengecam tindakan polisi yang tidak membela masyarakat sipil untuk berserikat dan berkumpul. Polisi justru membela kelompok intoleran yang jelas-jelas melanggar hukum. Mendesak Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti dan Kompolnas untuk mengevaluasi kinerja Polda DIY dan jajarannya yang disebut bersekutu dengan kelompok intoleransi.

Advertisement

“Gubernur DIY sekaligus Raja Kraton Jogja Sri Sultan Hamengku Buwono X telah melakukan pembiaran persoalan toleransi di daerahnya,” papar dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif