News
Senin, 2 Mei 2016 - 20:33 WIB

WNI DISANDERA ABU SAYYAF : Dari Mega Sampai Media Filipina Sebut Tebusan, Ini Kata Istana

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Seskab Pramono Anung didampingi Waseskab Bistok Simbolon menjawab wartawan, di Istana Negara, Jakarta, Rabu (21/10/2015). (Setkab.go.id)

WNI disandera Abu Sayyaf sebagian telah dibebaskan. Namun media Filipina dan beberapa pihak di dalam negeri berbicara soal tebusan.

Solopos.com, JAKARTA — Proses pembebasan 10 warga negara Indonesia (WNI) yang disandera kelompok Abu Sayyaf masih menyisakan polemik apakah ada uang tebusan yang dibayarkan. Kecurigaan itu tak hanya muncul dari Filipina, tapi juga di Indonesia.

Advertisement

Adalah Presiden ke-5 RI, Megawati Soekarnoputri, yang menyebutkan adanya pembayaran dalam pembebasan sandera. Awal celetukan ini karena Mensesneg Pratikno yang akan izin meninggalkan sebelum acara selesai karena ada rapat terkait pembahasan 10 WNI tersebut.

“Wong sandera itu sudah ada yang ngurusin kok. Ya terang saja dilepas, wong dibayar kok,” ujar Mega saat keynote speaker di Hotel Double Tree, Cikini, Jakarta, Senin (2/5/2016).

Advertisement

“Wong sandera itu sudah ada yang ngurusin kok. Ya terang saja dilepas, wong dibayar kok,” ujar Mega saat keynote speaker di Hotel Double Tree, Cikini, Jakarta, Senin (2/5/2016).

Media massa Filipina, Inquirer.net mengutip sumber yang tidak disebutkan namanya, menyatakan bahwa uang tebusan sebesar 50 juta peso Filipina telah dibayarkan kepada kelompok penculik untuk membebaskan sandera.

Dalam kesempatan lain, pengamat terorisme Universitas Indonesia Ali Wibisono mengungkapkan bahwa proses pembebasan sandera dalam kondisi selamat dari Abu Sayyaf sebagai hal yang tak biasa. Menurutnya, belum pernah terjadi sebelumnya ada sandera Abu Sayyaf bebas tanpa tebusan dan operasi intelijen.

Advertisement

Menurutnya, jika benar ada uang tebusan yang dibayar, efeknya akan buruk karena justru akan memberikan tambahan kekuatan bagi kelompok teroris.

Sebelumnya, Minggu (1/5/2016) lalu, pakar hukum internasional, Hikmahanto Juwana, mengatakan pemberian uang tebusan memang tidak boleh dilakukan oeh pemerintah. Pemerintah Indonesia juga harus menjelaskan kepada pemerintah negara lain soal proses pembebasan sandera itu.

“Memang kalau ada tebusan yang dilakukan perusahaan, mungkin ada masalah. Jangan pernah pemerintah tunduk pada tuntutan penyandera. Penyandera itu memang tidak minta ke pemerintah, dia minta ke keluarga, keluarga ke perusahaan,” katanya yang ditayangkan Kompas TV, Minggu.

Advertisement

Dia mencontohkan pemerintah Kanada yang tidak mau tunduk pada tuntutan penyandera meskipun akhirnya kehilangan salah satu warga negaranya. “Kita harus nyatakan kita tidak mau tunduk tuntutan penyandera. Kalau memang ada uang, diberikan bukan oleh pemerintah,” kata Hikmahanto.

Menanggapi polemik itu, Seskab Pramono Anung mengatakan proses pembebasan para sandera murni dengan upaya diplomasi. “Bahwa pertaannya ada tebusan atau tidak, kami sampaikan tidak. Tidak ada tebusan!” kata Pramono di komplek Istana Negara, Jl Veteran, Jakpus, Senin (2/5/2016), dikutip Solopos.com dari Detik.

Pramono sadar, banyak isu yang berkembang di publik soal pembebasan 10 WNI itu. Menurutnya, pemerintah sangat tahu bagaimana proses pembebasan yang berjalan kurang lebih satu bulan itu.

Advertisement

“Memang yang berkembang simpang siur tentu kami tahu yang sebenarnya, tetapi yang paling penting yang bisa disampaikan bahwa ini upaya sepenuhnya dari pemerintah bahwa kemudian ada pihak-piihak yang terlibat di dalamnya, iya,” jelasnya.

“Pembebasan yang disandera itu sepenuhnya melibatkan pemerintah dan juga tentunya bahwa ada bagian-bagian dari pemerintah yang memiliki networking juga bekerja, maka Presiden menyampaikan bahwa ini diplomasi total,” tegas Pramono.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif