News
Senin, 2 Mei 2016 - 10:25 WIB

WNI DISANDERA ABU SAYYAF : Benarkah Para Sandera Dibebaskan Tanpa Tebusan? Ini Penjelasan Kivlan Zein

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Kivlan Zein (liputan6.com)

WNI yang disandera Abu Sayyaf sebagian besar telah dibebaskan.

Solopos.com, SOLO – Komunikasi intens serta kekuatan diplomasi disebut sebagai cara pemerintah Indonesia untuk membebaskan 10 anak buah kapal (ABK) berkewarganegaraan Indonesia dari cengkeraman kelompok Abu Sayyaf.

Advertisement

Padahal sebelumnya, penyandera itu meminta tebusan sebesar 50 juta peso atau setara 1 juta dolar AS. Lalu mengapa tiba-tiba 10 WNI itu bisa bebas dengan cuma-cuma?

Dilansir detikcom dari media Filipina, Inquirer, Senin (2/5/2016), Abu Sayyaf hampir tidak mungkin melepas tawanan kecuali tebusan telah dibayar. Hal itu disebut oleh sejumlah otoritas di Filipina sangat tidak bisa dipercaya tebusan tidak dibayar dan 10 sandera itu bisa bebas.

Advertisement

Dilansir detikcom dari media Filipina, Inquirer, Senin (2/5/2016), Abu Sayyaf hampir tidak mungkin melepas tawanan kecuali tebusan telah dibayar. Hal itu disebut oleh sejumlah otoritas di Filipina sangat tidak bisa dipercaya tebusan tidak dibayar dan 10 sandera itu bisa bebas.

“Uang itu akan digunakan untuk membeli lebih banyak senjata dan akan digunakan untuk memobilisasi pergerakan mereka,” sebut Kepala Wilayah Jolo, Hussin Amin.

Bahkan disebutkan pada media itu bahwa seorang sumber menegaskan bahwa uang tebusan telah dibayarkan. Juru bicara Komando Militer wilayah Barat Mindanao Mayor Filemon Tan Jr menyebut laporan intelijen bahwa 10 WNI itu dilepaskan Abu Sayyaf.

Advertisement

Mengenai hal ini Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zein selaku negosiator dalam upaya pembebasan WNI menegaskan pembebasan 10 warga negara Indonesia (WNI) yang disandera oleh kelompok Abu Sayyaf di Filipina dipastikan tidak ada uang tebusan, namun dilakukan dengan cara negosiasi.

“Pembebasan tersebut dilakukan tanpa uang tebusan, melainkan negosiasi atas kerja sama intelijen TNI dengan intelijen tentara Filipina,” kata Kivlan Zein ketika dikonfirmasi melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Senin.

Menurut Kivlan yang saat ini berada di Filipina, selaku pihak yang mewakili perusahaan PT Patria Maritime Lines, dirinya telah melakukan negosiasi sejak 27 Maret 2016.

Advertisement

Sejak hari itu, terus dilakukan pendekatan atas nama perusahaan dan mendapat bantuan dari pihak lokal di Filipina.

Bantuan terutama diberikan oleh Gubernur Sulu Abdusakur Tan II yang merupakan keponakan pimpinan Moro National Liberation Front (MNLF) Nur Misuari karena penculiknya Al Habsyi Misa yang merupakan mantan supir dan pengawal saat menjadi Gubernur Otonomi Muslim in Mindanao atau ARMM pada 1996-2001.

“Maka, saya sebagai wakil perusahaan meminta bantuannya untuk membujuk sang penculik WNI, dan berhasil membujuknya,” kata Kivlan.

Advertisement

Sementara itu, intel Badan Intelijen Strategis (Bais) dan intel Filipina melalui pendekatan ke kepala desa, camat, wali kota dan gubernur Sulu membujuk penculik dan menekan dengan serangan militer dan pemboman, maka dengan tekanan dan bujukan akhirnya secara ikhlas sandera diatur di lepas ke Gubernur Sulu.

Saat ini, dia mengaku tengah dalam proses pembebasan empat WNI awak kapal TB Henry yang juga di Filipina.

“Jadi kita telah mengetahui letak posisi mereka di mana. Saya sudah kontak dengan yang pegang empat orang itu. Semoga bisa kita bebaskan,” kata Kivlan.

Bungkam

Namun, mantan Kepala Staf Kostrad ini meminta agar tidak ada upaya-upaya yang justru akan mengacaukan perundingan yang saat ini sedang berjalan. Apalagi pihak-pihak yang hanya ingin mencari nama.

Pun demikian, Menlu Retno Marsudi yang sempat memberikan keterangan pers usai menjemput 10 WNI di Base Ops Lanud Halim Perdanakusuma tidak memaparkan lebih lanjut. Retno hanya mengatakan bahwa 10 WNI itu akan diperiksa kesehatannya di RSPAD Gatot Soebroto sebelum diserahkan ke pihak keluarga.

Retno tidak memberikan sesi tanya-jawab kepada wartawan. Selain itu, pihak Kemenlu masih bungkam perihal tebusan ini.

10 WNI itu telah disandera sejak 26 Maret 2016. Penyanderanya yang berafiliasi dengan Abu Sayyaf meminta tebusan sebesar 50 juta peso atau setara dengan 1 juta dolar AS. Para WNI tersebut adalah ABK dari kapal Brahma 12 yang menarik kapal tongkang Anand 12 yang berisi 7.000 ton batubara.

Pemerintah hanya menyebut bahwa upaya pembebasan ini melibatkan banyak pihak. 10 WNI itu tiba di Base Ops Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, pada pukul 23.30 WIB, Minggu (1/5/2016) dengan menumpang pesawat Victory News milik Surya Paloh. Kini 10 WNI itu masih berada di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif