Jateng
Senin, 2 Mei 2016 - 11:50 WIB

PELANGGARAN LALU LINTAS : Ini Alasan Jalani Sidang Kala Diberi Tilang...

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Para pelanggar lalin tengah mengantri untuk menjalani persidangan di depan Gedung PN Kabupaten Magelang, Kamis (28/4/2016). (JIBI/Semarangpos.com/Imam Yuda Saputra)

Pelanggaran lalu lintas yang dilakukan pengguna kendaraan bermotor membuat mereka harus menjalani sidang di pengadilan.

Semarangpos.com, MAGELANG – “Repot kalau sudah kena tilang!!! Sudah STNK [surat tanda nomor kendaraan] atau SIM [surat izin mengemudi] disita, saat sidang antrenya juga lama,” ujar Eko Budi,wartawan salah satu surat kabar terkemuka Kota Semarang, saat mendengar keluhan Semarangpos.com yang terjerat razia polisi lalu lintas di wilayah Kabupaten Magelang, Selasa (19/4/2016) lalu.

Advertisement

Mendapatkan surat bukti pelanggaran (tilang) memang menjadi salah satu momok yang menakutkan bagi pengendara kendaraan bermotor. Selain, surat-surat berharga kelengkapan berkendara, SIM ataupun STNK disita, warga yang ketahuan melanggar peraturan lalu lintas pun harus menjalani persidangan yang antreannya cukup panjang jika merasa tak bersalah atas tuduhan polisi.

Sebagaimana diatur UU No. 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pelanggaran atas peraturan lalu lintas menyebabkan warga negara diberikan surat tilang. Warga negara pelanggar peraturan lalu lintas yang mengakui kesalahannya menerima surat tilang berwarna biru sebagai bekal membayar denda melalui transfer pada bank yang ditunjuk, lalu berhak mengambil kembali surat kelengkapan berkendaranya yang disita polisi sebagai barang bukti pelanggarannya.

Advertisement

Sebagaimana diatur UU No. 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pelanggaran atas peraturan lalu lintas menyebabkan warga negara diberikan surat tilang. Warga negara pelanggar peraturan lalu lintas yang mengakui kesalahannya menerima surat tilang berwarna biru sebagai bekal membayar denda melalui transfer pada bank yang ditunjuk, lalu berhak mengambil kembali surat kelengkapan berkendaranya yang disita polisi sebagai barang bukti pelanggarannya.

Pelanggar peraturan lalu lintas yang tak terima atas kesalahan yang dituduhkan polisi diberi surat tilang berwarna merah. Dengan surat tilang berwarna merah itu, pelanggar diberhak memberikan kesempatan untuk membela diri atau minta keringanan kepada hakim di pengadilan. Di luar itu, masih ada tembusan surat tilang warna kuning untuk arsip kepolisian, warna hijau untuk arsip pengadilan, dan warna putih untuk arsip kejaksaan.

Pengguna kendaraan bermotor yang tak terima dengan tuduhan polisi sehingga tidak pula membayar denda pelanggarannya melalui transfer bank, harus menjalani sidang di pengadilan negeri (PN) maksimum 14 hari sejak tanggal kejadian. Tanggal pelaksanaan sidang itu tergantung hari sidang tilang yang dijadwalkan PN bersangkutan.Pada kenyataannya, tak sedikit netizen yang mengaku sidang yang harus mereka ikuti bisa digelar dengan waktu tak menentu, bisa sepekan, dua pekan, bahkan satu bulan setelah kejadian.

Advertisement

Namun, tidak demikian halnya dengan ratusan orang yang sejak Kamis (28/4/2016) pagi menyemut di halaman depan PN Kabupaten Semarang. Mereka merupakan para pelanggar peraturan lalu lintas yang memilih menyelesaikan kasus pelanggaran mereka melalui persidangan.

Datang sejak pagi, mereka harus lebih dulu mencari daftar nama mereka di papan pengumuman PN Kabupaten Semarang . Setelah itu, mereka harus mendaftarkan nama mereka kepada petugas untuk mendapatkan nomor urut persidangan. Setelah mendaftar, mereka masih harus menunggu nomor urutnya dipanggil untuk menjalani persidangan.

Suasana persidangan lalin di salah satu ruang sidang PN Kabupaten Semarang, Kamis (28/4/2016). Persidangan lalin berlangsung cepat karena hakim hanya membacakan denda yang harus dibayarkan tanpa melihat kasus pelanggaran yang dilakukan. (JIBI/Semarangpos.com/Imam Yuda Saputra)

Advertisement

Denda
Beberapa di antara mereka mengaku sebenarnya bisa menyelesaikan perkara tanpa melalui persidangan, yakni dengan membayar denda kepada petugas saat terkena razia. Namun, sebagian dari mereka enggan melakukannya dan memilih menyelesaikan kasus melalui persidangan, seperti yang dialami sepasang mahasiswa asal Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta, Maya dan Maulana.

“Sebenarnya sih kemarin saat razia ditawari untuk membayar denda di muka [kepada petugas]. Dimintanya sebesar Rp51.000. Tapi, kami menolak karena saat itu lagi bokek [enggak punya uang],” ujar Maya saat berbincang dengan Semarangpos.com di PN Kabupaten Magelang, Kamis siang.

Maya yang mengaku tengah duduk belajar di Jurusan Komunikasi Jurnalistik (KJ) Fakultas Ilmu Komunikasi (FIK) UPN Veteran Yogyakarta itu menilai dengan ikut sidang juga lebih puas. Ia jadi tahu uang denda yang dibayarkan benar-benar masuk ke kas daerah atau negara.

Advertisement

Kendati tak tampak menyampaikan berkeberatan atas tuduhan polisi yang membuat mereka harus mengantongi surat tilang warna merah di hadapan hakim yang menemui setelah mereka antre berjam-jam, Maya maupun Maulana mengaku puas. Lamanya waktu menunggu persidangan seakan lunas terbayarkan justru karena proses persidangan mereka nilai berjalan sangat singkat dan murah.

Hakim yang memimpin sidang tak menanyakan hal macam-macam maupun membacakan jenis pelanggaran yang dilakukan. Ia hanya membacakan denda yang wajib dibayarkan demi mendapatkan kembali surat-surat mereka yang disita. Untuk pelanggaran Undang Undang Lalu Lintas Angkutan Jalan (UULLAJ) Pasal 293 ayat (2), yakni menyalakan lampu di siang hari, yang dalam undang-undang itu wajib dikenai denda maksimal Rp 100.000, para pelanggar hanya diwajibkan membayar Rp39.500.

 

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif